Mengenal Desa Adat Ratenggaro di Sumba

by - 8/08/2020 11:02:00 AM

desa adat ratenggaro di sumba
Hola Sobat Pembaca, kali ini penulis akan menceritakan perjalanan selama di Sumba yang dilangsungkan akhir tahun 2018.  Sebelumnya penulis menjelaskan akses menuju Sumba terlebih dahulu. Terdapat dua bandara di Sumba yaitu  bandara Tambolaka yang berada di Sumba Barat Daya dan Bandara Waingapu di Sumba Timur. 

Bebas sih mau pilih landing dan take off di bandara yang mana. penulis saat itu menggunakan tiket promo dari maskapai Nam Air, dan syukurlah maskapainya juga melayani penerbangan di kedua bandara tersebut. Rute perjalanan overland Sumba saat itu berawal dari Sumba Barat Daya dan berakhir di Sumba Timur.

 29 Desember 2018, Pesawat yang membawa penulis dan sembilan teman yang lain mendarat dengan sempurna di Bandara Tambolaka sekitar pukul tiga sore waktu setempat. Di sana telah menunggu Bang Neil dan Bang Herman yang merupakan driver dan guide Kami selama empat hari tiga malam overland di Sumba. Perjalanan ini bukanlah open trip dari agen tour, Penulis dan teman-teman sendirilah yang menyusun itinerary, mencari sewa mobil, dan penginapan. Bisa dibilang sharing cost sifatnya.

Perjalanan itu pun dimulai, untuk mengefisiensikan waktu Kami pun tidak menuju penginapan terlebih dahulu, melainkan langsung menuju ke destinasi pertama yaitu Desa Adat Ratenggaro yang berjarak kurang lebih 40 KM dari Bandara Tambolaka. Kondisi jalan menuju ke sana sudah beraspal dan baik, 1,5 jam perjalanan penulis lebih banyak melempar pandangan ke luar jendela memperhatikan jalanan yang sepi dan lengang. Sesekali berbincang dengan teman penulis lainnya. 

Sumba memang terkenal dengan lanskap alamnya seperti pantai dan bukit yang menakjubkan, namun selain itu Sumba mempunyai wisata desa adat yang masih lestari dan dijaga hingga sekarang. Desa adat ini salah satunya, Ratenggaro mempunyai arti "Rate" yaitu kuburan dan "Garo" artinya nama suku. Ceritanya dulu terjadi peperangan antar suku dan desa ini berhasil direbut dari suku Garo. Korban yang terbunuh dikubur di tempat ini juga.  

rumah di desa ratenggaro 
Nah Ciri khas dari Desa Adat ini adalah rumah (Uma) penduduk dengan atap yang tinggi menjulang, kisaran 15-20 meter. Bagian di dalam rumah terdapat empat tingkat yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. paling bawah untuk kandang hewan peliharaan, tingkat kedua untuk tempat tinggal pemilik rumah, ketiga tempat menyimpan hasil panen, dan paling atas sebagai menyimpan benda keramat dan juga untuk meletakkan tanduk kerbau sebagai simbol tanda kemuliaan. 
anak anak desa ratenggaro Kain-kain khas Sumba terpajang di depan rumah, tetapi penulis belum tertarik untuk membelinya. Sore itu anak-anak sedang riang bermain di teras rumah yang terbuat dari susunan bambu. Terlihat juga orang tua mereka yang sedang duduk bersantai dan ada juga yang sedang memberi makan hewan ternak. Di sekitar halaman desa terdapat kubur batu yang berbentuk menyerupai meja dan jumlahnya cukup banyak.

kubur batu ratenggaro
kubur batu di desa adat ratenggaro

Desa adat ini berada di dekat laut,  pengunjung dapat melihat hamparan air laut yang sedang menyapu bibir pantai. "Masih jam lima, sempatlah ya sunset di Pantai Pero" Bang herman pun mengajak kami menuju salah satu pantai di dekat sini, waktu tempuhnya hanya sekitar 15 menit saja berkendara mobil. Pantai Pero menyuguhkan pemandangan ombak yang pecah menabrak dinding batu karang. Tiba di sana, penulis antusias mengambil foto dari jarak jauh saja karena khawatir percikan airnya membasahi kamera.  Pengunjung disarankan jangan terlalu dekat ke bibir pantai ya, berbahaya :). 

pantai pero di sumba

Menikmati keindahan matahari terbenam di Pantai Pero menjadi penutup cerita hari pertama Overland Sumba saat itu. Penulis dan teman-teman yang lain pun menuju hotel. Penulis dan teman-teman menginap di Hotel Ella yang terletak di Jl. Sapurata, Wee Tobula, Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya. Hotelnya terbilang masih baru dan menyediakan beberapa tipe pilihan kamar. Selain itu di hotel ini mempunyai restoran dan menyediakan sarapan pagi.

Sambungan ceritanya dapat dibaca pada : "Jatuh Cinta dengan Keindahan Alam Sumba Part 1"




You May Also Like

0 komentar