Keindahan Lonthoir Andan Orsia di Banda Neira

by - 4/06/2022 09:13:00 PM

pemandangan gunung banda api dari dermaga lonthoir

Pertama kali Solo Traveling ke Banda Neira tidak menyangka bakal semenarik ini. Kepulauan yang dikelilingi lautan dengan pondasi Lewerani yang menjulang. Pagi itu hujan kembali membungkus, membuat urung rencana pendakian ke Gunung Lewerani yang sedang dalam status waspada. Indah sekali pertanda yang dikirimkan oleh Tuhan, status waspada belum cukup membuat nyali saya ciut, dikirimkannya  hujan deras sebagai pertanda agar saya mengerti bahwa tidak baik melawan kuasanya. 

Pukul tujuh pagi, selepas hujan panjang dari fajar, saya pergi ke tepian dermaga. Menyaksikan hilir mudik kapal-kapal kayu ke pulau seberang. Lonthoir Andan Orsia menjadi tujuan, yang kata orang tempat jatuhnya tanah surga di Banda Neira, tempat Pala tumbuh subur, tempat sebuah sumur yang mata airnya terus memancar. Desa yang indah di Pulau Banda Besar.

--

dermaga penumpang umum pulau neira

Minggu, 27 Maret 2022. "Belum ada kapal ke Lonthoir adik. Naik yang ke Biyau saja" ujar Pak Tua yang rupanya salah satu calon penumpang. Terdengar Biyau padahal kalau ditulis nama desanya adalah Boiyauw, merupakan desa yang bersebelahan dengan Desa Lonthoir. Pak Tua mondar-mandir dari tadi, kurang sabaran ingin cepat menyeberang ke Pulau Seberang (Banda Besar). "ini sudah lima orang, mau tunggu berapa lagi?" sayup terdengar celotehan pak tua kepada tuan kapal. 

Jusuf Madja, nama yang tertera di kartu nama yang diberikan oleh Pak Tua. "nanti kalau adik mau ke Pulau Ay hubungi saya saja di nomor itu, saya menyewakan guest house" Ujar Pak Tua. Kami mengobrol banyak selama perjalanan di kapal kayu yang berisikan lima orang. Beliau berasal dari Pulau Ay, pergi ke Lonthoir karena urusan bisnis katanya, makanya saat di dermaga tadi keliatan buru-buru ingin cepat berangkat.

Lama perjalanan dari Dermaga Pulau Neira ke Boiyauw hanya memakan waktu lima belas menit saja. Sesampainya di sana saya menumpang ojek, bilang ke abangnya minta tolong diantarkan ke Parigi Pusaka. Jaraknya sekitar dua kilo saja, niat awalnya mau jalan kaki tapi kata warga lokal kontur jalannya naik turun, mending naik ojek.

Parigi Pusaka

parigi pusaka di desa lonthoir

Parigi di KBBI adalah bentuk tidak baku dari Perigi yang artinya sumur. Namun istilah Parigi lebih populer dan sering digunakan oleh masyarakat Banda. saya tidak langsung menuju ke area parigi, melainkan membaca papan yang bertuliskan aturan dalam memanfaatkan air parigi. Ketika kita melihat papan aturan tempat wisata seyogyanya harus dibaca terlebih dahulu, karena mungkin ada aturan yang berisikan larangan di sebuah tempat wisata. Tidak hanya menyoal tentang kelestarian parigi, mungkin di sana terselip aturan adat yang harus kita hormati :)

Di teras sebuah rumah yang berada dekat parigi, saya melihat tiga orang remaja yang sedang duduk memainkan gawai. Salah satu dari mereka bukan berasal dari pulau ini, melainkan dari Pulau Ay , tempat asal Pak Tua yang saya jumpai di kapal kayu tadi. "Oh saya kenal, pak Jusuf namanya kak, salah satu orang kaya di Pulau Ay.", "Saya di sini merantau juga kak, di Pulau Ay tidak ada SMA jadinya saya bersekolah di sini. Tinggal di tempat keluarga" Lanjut remaja bernama Adi. 

Dari ketiga remaja tadi Saya mendapatkan informasi kalau air yang ada di parigi bisa diminum langsung tanpa perlu dimasak. Di sana terdapat dua sumur, sumur yang kecil saat kita mengambil airnya harus bertelanjang kaki ketika menapak, karena untuk menjaga kebersihan air sumurnya dari sandal ataupun sepatu yang kotor. Air sumur ini selalu ada meskipun musim kemarau, dimanfaatkan oleh semua penduduk untuk dikonsumsi, rasanya yang tawar berbeda dengan sumur lain yang ada rasa garamnya.

"Cuci Parigi terakhir itu 2018 kak, setiap 10 tahun sekali. Jadi selanjutnya dilakukan tahun 2028 an" Lanjut Adi.  Cuci parigi atau yang sering disebut dengan Rofaer war oleh masyarakat Banda adalah ritual dalam membersihkan dua sumur yang konon sudah berusia ratusan tahun di Desa Lonthoir. Ritual ini bisa dikatakan ritual yang paling besar di Kepulauan Banda. 

sumber : Jejak Petualang, Trans7 official.

 Kebun Pala

buah pala di desa lonthoir

Segenggam buah yang dulunya lebih berharga dari segenggam emas, yang membuat bangsa Eropa datang dan berebut untuk menguasai Banda Neira. Tak jauh dari Parigi Pusaka, terlihat kebun pala yang menghampar luas, buahnya sedang menguning pertanda sudah bisa dipetik. "Kakak, saya pamit dulu e mau panen pala di dalam hutan" Ujar Adi. Wah terdengar menarik, Saya pun mengajukan diri untuk ikut bersama mereka. Namun mereka menolak sopan "wah gimana e kak, lokasinya masuk ke dalam lagi dan jauh. Ini kita sengaja bawa bekal karena bakal lama di sana" 

Menimbang belum sempat berkunjung ke Benteng Holandia dan memotret suasana dermaga Lonthoir, Saya pun mengurungkan niat. Kami pun berpisah, Adi dkk masuk ke dalam hutan, Saya beranjak menuju Benteng Holandia melewati puluhan anak tangga. Di pulau ini mungkin bisa dikatakan surganya Pala, bahkan di halaman rumah saja pohon Pala tumbuh dan berbuah :)

Benteng Holandia

view dari benteng holandia pulau banda besar

Jika di Parigi Saya bertemu dan mengobrol dengan remaja lokal, di Benteng Holandia kosong melompong tidak ada orang. Benteng ini berada di bukit dan pemandangannya dari sini bisa melihat perairan Banda yang membiru. Gunung Api Banda dan Pulau Neira terlihat jelas tanpa ada halangan. Bahkan Benteng Belgica di kejauhan bisa terlihat jika cuaca cerah. Tempat yang cocok untuk menulis puisi dan syair, ceileh wkwkwk.

Fungsi dari banyaknya benteng yang dibangun di Banda Neira adalah untuk mengawasi lalu lintas kapal yang melintas di perairan selat Neira dan Lonthoir. Jika Benteng Belgica masih berdiri kokoh dan terawat, kondisi Benteng Holandia jauh berbeda. Beberapa bagian terlihat rusak dan dipenuhi tumbuhan semak. 

Dermaga Lonthoir

dermaga desa lonthoir

Di Desa Lonthoir tidak ada yang menyewakan sepeda. Jadi kalau mau keliling opsinya dua yaitu dengan ojek atau jalan kaki. Ketika melihat maps jarak dari benteng ke dermaga Lonthoir tidak terlalu jauh dan jalurnya lebih landai dibanding ke dermaga Boiyauw. Saya pun berjalan kaki, memilih melewati jalur setapak di pinggir laut, mengamati aktivitas masyarakat.

Hari Minggu seperti ini suasana Dermaga Desa Lonthoir ramai dipenuhi anak-anak sekolah yang sedang libur. Banyak berdiri pondokan yang nampaknya gratis untuk para pengunjung, semuanya terisi oleh keluarga yang sedang menikmati makan siang. Mereka membawa bekal sendiri dengan rantang, karena di sekitar dermaga tidak ada yang berjualan semacam indomie dll. 

Gunung Banda Api atau Gunung Lewerani pernah meletus hebat pada tahun 1988. Bekas guguran lavanya terlihat jelas dari dermaga ini. Warna hitam pekat diantara hijaunya pepohonan gunung api. Infonya di dekat lokasi itu terdapat spot menyelam yang indah, bagi kalian yang mengidap Thalassophile mungkin tempat ini bisa dijadikan referensi kunjungan berikutnya :)

pulau ay dan pulau run banda neira
Pulau Ay dan Pulau Run

Saya lanjut berjalan ke ujung dermaga, melihat anak-anak yang sedang memancing. Dari ujung dermaga ini bisa melihat view pulau Run dan Pulau Ay dari kejauhan. Mungkin banyak yang sudah tau tentang cerita yang populer ketika mendengar Pulau Run. Dahulu, Pala salah satu komiditi mahal yang membuat bangsa eropa berhasrat menguasai Banda Neira.

Belanda sudah menguasai hampir semua pulau di Banda Neira, hanya menyisakan Pulau Run yang dikuasai oleh Inggris. Pertempuran diakhiri dengan perjanjian pada tahun 1667, Belanda merelakan Pulau Manhattan diberikan ke Inggris untuk ditukar dengan Pulau Run. Dulunya Pulau Manhattan itu bernama Niew Amsterdam (ketika dalam penguasaan Belanda), lalu berganti menjadi New York. 

"Naik, naik, naik !, ada angin ! naik !" Seru seorang bapak meneriaki anak-anak yang sedang berenang. Sejauh mata memandang terlihat awan hitam pertanda akan datangnya hujan. Saya pun mencari ojek lalu minta diantarkan kembali ke Dermaga Desa Boiyauw. Di dermaga Lonthoir hanya ada kapal kayu yang sedang bersandar, tuan kapalnya entah di mana. Sepertinya jika ingin ke Lonthoir lebih baik pilih kapal ke tujuan Boiyauw saja, kapalnya lebih banyak tarifnya sama saja, lalu jarak ke tempat wisatanya juga terjangkau dalam hitungan 10 menitan.

dermaga desa boiyauw pulau banda besar

Saya kembali ke Pulau Neira, lalu bersiap untuk menghadiri acara puncak kegiatan kemah Literasi yang diadakan oleh Kantor Bahasa Maluku. 

Bersambung...

Catatan pengeluaran 

-Kapal Pulau Neira ke Pulau Banda Besar Rp 10.000 (PP)

-Ojek dari dermaga desa Boiyauw menuju Parigi Rp 5.000

-Ojek dari dermaga desa Lonthoir menuju dermaga desa Boiyauw Rp 5.000

 


You May Also Like

7 komentar

  1. aku asli maluku tapi masih whislist ke banda naira :( tapi abis baca tulisan mu jadi ngerasa ada di banda naira juga haha terimakasih kakk

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga bisa ke banda neira ya :) makasih jg, komentarmu menambah semangatku.

      Hapus
  2. Sunguh amat menarik tulisanmu, mas. Bolehlah aku tau akun instagrammu? Ada beberapa pertanyaan yang ingin ku utarakan mengenai perjalanan “solo travelling” ke Banda Naira ini 🙏

    BalasHapus