Menyimak Matahari Terbit di Gunung Bromo

by - 3/23/2020 10:56:00 PM

Setelah mengunjungi Air Terjun Tumpak Sewu (read : Tumpak Sewu, Lukisan Indah dari Sang Maha Karya) penulis beserta rombongan berangkat menuju homestay di Sukapura, yang berada di dekat Gunung Bromo. Penulis tiba di homestay pukul enam sore, sebetulnya masih ada satu tempat yang direncanakan untuk didatangi pada sore itu, yaitu mengunjungi desa Cemoro Lawang. Namun sudah tidak sempat lagi karena langit sudah gelap. Tidak semua rencana di itinerary berjalan lancar, itulah serunya sebuah proses perjalanan. Penulis beristirahat saja pada malam hari, makan malam ditemani hawa dingin dan suara musik resto kecil di dekat homestay.
 
Keesokan harinya pada pukul tiga pagi penulis terbangun, teman-teman yang lain sedang bersiap-siap untuk berangkat menuju spot sunrise di gunung Bromo. Air di kamar mandi terasa sangat dingin, tidak berlebihan jika Penulis mengatakan sedingin es. Penulis hanya menggosok gigi saja, karena tidak sanggup mencuci muka apalagi mandi. Setelah semua peserta trip siap, kami dibagi menjadi beberapa kelompok untuk naik ke mobil jeep.

Satu kelompok diisi enam orang, saat itu penulis masuk ke dalam kelompok yang sebagian diisi fotografer yang handal. Penulis diajarkan teknik fotografi rule of third, mengatur iso yang sesuai dengan kondisi cahaya, aperture yang sesuai, dan shutter speed yang tepat. Memang saat itu penulis belum terlalu pandai memainkan semua fungsi kamera dan teknik fotografi. Sampai sekarang masih kurang fasih sih, terkesan asal motret saja.

Pukul empat pagi, mobil jeep yang penulis tumpangi melaju menuju Bukit Kingkong, bergabung bersama antrian mobil jeep lainnya. Sangat disarankan berangkat lebih pagi, karena setiap akhir pekan pengunjung Bromo selalu ramai. Lebih cepat datang, lebih leluasa mencari posisi yang nyaman dalam mencari foto terbaik.

Spot  melihat keindahan Gunung Bromo cukup banyak. Contohnya Bukit Cinta, Puncak Penanjakan, dan Bukit Kingkong. Setiap spot mempunyai keunikan dan karakteristik masing-masing, dengan pemandangan yang sama-sama memukau . Saat itu penulis bersama rombongan menuju Bukit Kingkong.

Seperti yang sudah penulis ulas sebelumnya, lebih cepat datang lebih baik. Saat penulis tiba, Pengunjung telah ramai memenuhi bukit kingkong, baik itu turis mancanegara maupun pengunjung domestik. Penulis berpisah dengan rombongan, mencari tempat yang nyaman untuk melihat keindahan Gunung Bromo yang sudah terkenal di seluruh penjuru Indonesia bahkan Dunia. 
matahari terbit di bromo
Daya magis keindahan Matahari Terbit di Bromo tak perlu ditanyakan lagi. Pesonanya yang menawan membuat penulis jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Gunung Semeru terlihat tinggi menjulang di ujung sana, paling tinggi dibanding gugusan gunung dan bukit yang lain.

Hembusan abu tipis terlihat keluar dari kawah Gunung Bromo, sebagai pertanda bahwa gunung ini merupakan gunung berapi yang masih aktif. Begitu juga dengan Gunung Semeru yang terlihat mengeluarkan awan. Penulis memperhatikan dengan lamat cahaya yang terlihat di Gunung Semeru, ada banyak titik cahaya yang berasal dari lampu para pendaki yang sedang berjuang summit ke puncak Semeru.
Dari sudut lain, terlihat cahaya dari di Desa Cemoro Lawang yang masih menyala. Sebuah desa yang lokasinya berada di dekat Gunung Bromo. Pemandangan yang sangat memukau dan membuat takjub.  Kabut awan tipis menyapu ngarai yang berada di bawah Gunung Bromo. Sungguh, pemandangan yang membuat penulis sulit untuk mengedipkan mata. 
cemoro lawang
Langit mulai terang, Desa Cemoro Lawang terlihat jelas. Penulis kembali ke mobil jeep setelah jarum jam menunjukkan pukul 7.00 WIB, kami sudah di briefing oleh CP (ketua trip) agar kembali ke jeep pada jam tersebut. Namun salah satu anggota kelompok bernama Heri yang satu mobil dengan penulis tidak kunjung kembali. Kami pun mencoba menelpon dia, tetapi nihil tidak ada respon, nampaknya pengaruh sinyal yang kurang baik.

Mobil jeep grup lain telah meninggalkan kami, mereka duluan menuju ke kaki Gunung Bromo. Tersisalah kelompok kami yang masih menunggu teman yang menghilang dan tidak kunjung datang. Kami sangat kesal karena masih banyak tempat yang harus didatangi, sementara waktu menguap hanya karena tingkah konyol teman satu ini.

Hampir satu jam menunggu, batang hidung Heri akhirnya terlihat. Ia merasa bersalah dan meminta maaf kepada kami yang sudah kesal. Alasannya sangat menyebalkan, karena terlalu asik bermain drone sehingga lupa waktu. Sangat sulit untuk dimaafkan karena waktu cukup banyak terbuang. Antrian mobil jeep pun telah mengular, membuat mobil kami ketinggalan jauh dengan mobil jeep BPJ lainnya.

Rasa Kesal kami kepada Heri perlahan memudar ketika kami berada di lautan pasir Gunung Bromo.  Untuk menebus kesalahannya, dia sukarela menjadi kang foto tim. Penulis salut dengan kelihaiannya dalam menggunakan kamera, foto-foto yang dihasilkan keren-keren. Ia pun dengan senang hati mengajari Penulis menggunakan kamera.

Waktu yang banyak terbuang karena menunggu Heri membuat Kami tidak sempat mendaki ke atas Gunung Bromo. Foto-foto di Bukit Teletubbies Bromo pun sudah malas karena matahari begitu terik menyengat.
 
Suatu saat penulis ingin mengunjungi Gunung Bromo lagi. Memang betul apa yang dikatakan orang-orang, pesona Gunung Bromo membuat orang "nagih" untuk mengunjunginya lagi dan lagi. Mobil jeep pun kembali ke homestay, Penulis bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya yaitu Air Terjun Madakaripura. 
 
Tidak ada satu pun foto yang penulis ambil di air terjun Madakaripura, karena kamera sengaja ditinggalkan di mobil. Menurut cerita yang berkembang luas di masyarakat, air terjun ini merupakan tempat Patih Gajah Mada bertapa. Pemandangan air terjunnya mengagumkan, membuat Penulis menyesal meninggalkan kamera. Mudah-mudahan bisa kembali lagi ke salah satu air terjun terindah di Jawa Timur ini.

You May Also Like

0 komentar