Melihat Jejak Bung Karno di Ende (Overland Flores Part 3)

by - 4/14/2020 06:35:00 PM

taman renungan bung karno di ende
Cerita perjalanan Overland Flores berlanjut ke bagian tiga, setelah pada tulisan sebelumnya saya menceritakan perjalanan mengunjungi Danau Kelimutu (Pesona Keindahan Danau Kelimutu, Overland Flores Part 2). Saya berangkat menuju Ende dari Moni sekitar pukul satu siang tanggal 3 Februari 2019, diantar oleh Bapak Sevi pemilik Christin Lodge di Moni. 

Saya dan Faliq diajak singgah sebentar ke sebuah kampung adat bernama Wologai yang letaknya berada di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Kampung adat ini terletak di daerah perbukitan dan memiliki ciri khas bangunan rumah berbentuk kerucut. Di tengah kampung terdapat Tubu Kanga, yaitu sebuah pelataran yang dipakai untuk ritual adat.
kampung adat wologai
Saya hanya sebentar saja singgah di Kampung ini, tidak banyak yang dapat saya ceritakan mengenai Kampung Wologai. Suasananya sedang sepi, penduduk kampung sedang pergi bekerja di kebun. Saya hanya berbincang dengan seorang mama yang sedang memberi makan hewan ternak. Tak lama kemudian, Saya kembali melanjutkan perjalanan di Ende, tiba pada jam sebelas waktu setempat. 
Bapak Sevi sesuai janjinya akan mengantar Saya dan Faliq berkeliling Kota Ende, Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pancasila. Mengapa demikian? karena di kota inilah Bung Karno merenungkan lima butir pancasila yang disampaikan dalam Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende
rumah pengasingan bung karno di ende
Suasana terik matahari yang menyengat menyambut saya saat tiba di Kota Ende. Kota ini terletak di bagian selatan Pulau Flores dan berada di dekat laut, wajar saja kalau mempunyai suhu udara yang panas. Destinasi pertama yang saya sambangi adalah Rumah Pengasingan Bung Karno. 

Proklamator Kemerdekaan Indonesia itu sempat diasingkan di Ende pada tahun 1934-1938. Beliau saat itu tidak sendirian, ditemani oleh istrinya bernama Ibu Inggit Ganarsih, Mertuanya bernama Ibu Asmi, Ratna Djuani dan Kartika anak angkatnya. 

Bung Karno saat itu tiba di Flores setelah menempuh perjalanan laut selama delapan hari dari Surabaya. Jika sobat tertarik untuk membaca kisah Beliau, cobalah buka buku "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia". Menurut saya buku tersebut adalah buku otobiografi Bung Karno terlengkap, penyusunnya adalah jurnalis Amerika Serikat, Cindy Adams yang saat itu mewawancari beliau secara ekslusif.

Sebagai seorang yang mengagumi sosok beliau, saya sangat antusias ketika berkunjung ke sini. Namun sayangnya saat itu rumah yang telah dijadikan museum itu sedang tutup. Saya hanya mengambil foto dari depan pagar rumah saja.
patung bung karno di rumah pengasingan bung karno ende
Sosok patung Bung Karno berdiri di depan rumah itu, di pinggir tiang bendera. Setelah memotret beberapa foto, saya beranjak kembali ke mobil dan melanjutkan menuju destinasi berikutnya.

Taman Renungan Bung Karno
patung bung karno di taman renungan ende flores
 Terdapat sebuah patung Bung Karno yang sedang duduk dengan kaki menyilang. Pada patung tersebut beliau digambarkan dengan menggunakan  Kemeja, celana panjang, sandal jepit, dan peci. Lalu berdirilah sebuah Pohon Sukun yang berada di dekat patung. Bung Karno dalam beberapa buku disebutkan sering mengunjungi tempat ini, duduk di bawah pohon sukun sambil merenungi butir-butir Pancasila. Atas hal tersebut, pemerintah membangun taman renungan ini sebagai napak tilas Bung Karno di Ende. 
bung karno dan pohon sukun di taman renungan bung karno ende
Pohon Sukun yang berdiri sekarang bukanlah Pohon Sukun yang diceritakan saat beliau diasingkan di Ende. Pohon Sukun yang berdiri sekarang adalah Pohon Sukun baru yang ditanam pada tahun 1981, karena pohon sukun yang lama telah tumbang.
"Tempat untuk menyendiri yang kusenangi itu di bawah pohon sukun yang menghadap ke laut. Aku duduk dan memandang pohon itu." -  Penggalan sebuah kata di buku "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia".
taman renungan bung karno di flores
Sosok pribadi beliau karismatik dan tegas, pidatonya yang berapi-api, serta buah pemikiran yang brilian untuk Indonesia.  Bung Karno merupakan seorang tokoh penting dalam sidang pertama BPUPKI. Dalam rapat tersebut dibahaslah rancangan dasar negara, Beliau salah satu tokoh yang turut mengusulkan rancangan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945 dan menamainya dengan Pancasila. 

Menuju ke Bajawa, Sebuah Selisih Paham dengan Faliq

Pak Sevi pun mengantar kami ke tempat pangkalan travel di Ende. Saya mengucapkan salam perpisahan kepada Pak Sevi yang sudah telah membantu Kami selama di Moni dan Kota Ende.  Ketika turun dari mobil Pak Sevi,  sopir-sopir travel langsung mengerubungi saya dan Faliq, menanyai tujuan kami berikutnya.

"Mau ke Bajawa bang" Saya berkata ke mereka. Setelah itu, salah satu sopir langsung mengambil ransel milik saya dan meletakannya ke bagasi mobil miliknya. Padahal, saya belum sepakat mengenai harga dan belum berkata "Iya". Berbeda dengan Faliq, tas miliknya belum diambil oleh sopir tersebut. Setelah bertanya terkait harga travel ke Bajawa, penulis setuju dengan tarif Rp.100.000.

Entah mengapa Faliq tidak sepakat dan membuat opsi lain, Ia mengajak saya untuk naik bus saja yang terletak di Terminal Ende. Alasannya karena Ia ingin merasakan sensasi naik Bus dan membaur dengan orang lokal. Lalu Ia berpendapat kalau mobil travel ini masih sangat lama berangkat karena menunggu penumpang penuh.

Saya sih mau-mau saja, tapi bagaimana dengan ransel sudah diletakkan ke dalam mobil travel. Bisa-bisa sopirnya marah kalau diambil lagi dan dapat menimbulkan kegaduhan. Faliq pun bersikukuh untuk tetap naik bus. Akhirnya kami sepakat untuk berpisah, Saya melanjutkan perjalanan dengan mobil travel, sedangkan Faliq melanjutkan perjalanan dengan bus. 
Ada-ada saja, saya agak kecewa dengan sikap Faliq dan begitu juga sebaliknya, Faliq juga kecewa dengan sikap saya. Ini lah kesalahpahaman yang terjadi dalam perjalanan overland Flores. Tetapi sebuah peristiwa yang benar-benar membuat saya merasakan sensasi yang berbeda di sisa perjalanan hingga tanggal 9 Februari 2019. Saya akan melanjutkan perjalanan seorang diri, solo traveling ke tempat yang baru saya datangi, tempat yang masih asing bagi saya.

Sebuah Pantai di Ende
pantai yang indah di ende
Benar kata Faliq, mobil travel memang tidak tentu berangkatnya. Sudah satu jam lamanya menunggu belum ada tanda-tanda berangkat. Untuk menunggu keberangkatan mobil travel menuju ke Bajawa, saya berjalan menyusuri jalan dan singgah di sebuah pantai Kota Ende. Sebelum berjalan menuju pantai, Saya  meminta kepada sopir untuk menghubungi nomor HP saya jika mobil hendak berangkat.


Saya tidak tau persis nama pantai ini, setelah melakukan penelusuran di internet muncullah foto pantai yang identik dengan pantai yang berada di hadapan penulis. Namanya Pantai Ria, pantai yang menyajikan landscape yang memukau.
"Aku memandang lautan dengan hempasan gelombangnya yang besar berirama memukul pantai. Aku tak henti-hentinya berpikir bagaimana lautan tidak pernah bisa diam. Memang ada pasang naik dan pasang surut, tapi ia terus bergulung secara abadi. Itu sama dengan Revolusi Kami, pikirku Revolusi Kami tidak akan pernah berhenti.
Revolusi Kami, seperti juga lautan, adalah hasil ciptaan Tuhan. Satu-satunya Maha penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu ... Aku harus tahu ... Bahwa semua ciptaan dari Yang Maha ESa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah hukum dari Yang Maha Ada" - Buku "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia"
Lagi-lagi saya teringat dengan buku otobiografi Bung Karno yang pernah saya baca itu. Kutipan di atas merupakan penggalan syair yang dibuat Bung Karno, bercerita tentang cita-cita kemerdekaan. Gerakan Bung Karno memang terbatas selama masa pengasingan, meskipun begitu tidak mengurangi semangat Beliau dalam memikirkan masa depan dan cita-cita bangsa.  Bagi saya, napak tilas jejak Bung Karno di Ende adalah momen penting dalam perjalanan Flores kali ini. Memandangi lautan dan pantai yang sangat cantik ini adalah bonus yang sempurna, tetapi sayangnya banyak dijumpai sampah di kawasan pantai ini.
pantai yang sangat indah di ende
Saya pun ditelepon oleh sopir travel, mengabari kalau sebentar lagi akan berangkat. Tepat pukul dua belas siang, mobil pun melaju dan melewati pangkalan bus di Ende. Rupanya Faliq masih ada di pangkalan bus di pinggir jalan wkwkwk sorry Liq, saya duluan ya :D. 
Tetapi tenang, rasa kecewa dan salah paham itu hanya berlangsung beberapa hari saja. Saya pun bertemu dengannya kembali tanpa sengaja di sebuah tempat di Flores. Lanjutan cerita dapat dibaca pada "Kampung Adat Bena di Bajawa"

Pengeluaran Penulis di Ende :
1. Mobil Travel ke Bajawa : Rp.100.000






You May Also Like

0 komentar