Menyusuri Sungai Arut Pangkalan Bun di Pagi Hari

by - 5/13/2020 06:54:00 PM

Pukul enam pagi ketika embun belum sempurna menguap, masih tersisa di helai daun. Suasana sepagi itu masih hening dan jalanan Pangkalan Bun lengang dari aktivitas. Penulis berjalan menyusuri sebuah jalan papan yang sepertinya terbuat dari kayu ulin di bantaran Sungai Arut.

Penulis mendatangi sebuah kampung dengan cat warna-warni pelangi yang menghiasi dinding-dinding rumah, dioles dengan lukisan-lukisan yang menarik. Penulis lantas menuju ke sebuah dermaga kecil yang tepat berada di pinggir sungai, di sana sudah menunggu seorang pengemudi getek (perahu kecil) yang siap mengantar para penumpangnya.

"Biaya keliling sungai berapa Pak?" tanya penulis singkat.
"Lima puluh ribu saja dek, nanti diantar sampai jembatan terus balik lagi ke sini." Kata Bapak yang memakai jaket tebal dan topi rimba yang sudah terlihat lusuh itu.
"Tidak bisa kurang Pak" tawar penulis
"Itu sudah tarif normal dek" Ujar bapak pengemudi getek.

Baiklah, penulis mengiyakan. Lantas penulis berhati-hati ketika melangkah dari papan dermaga ke atas getek. Bapak pengemudi mengulurkan tangannya, berupaya membantu. Setelah itu penulis mengambil tempat duduk di bagian depan getek.
sungai arut pangkalan bun
Mesin getek pun dinyalakan, terdengar sedikit bising di telinga. Bunyinya seperti getek getek getek, mungkin itu alasan mengapa perahu kecil ini dinamakan seperti itu.  Getek pun melaju perlahan lantas kemudian semakin cepat, membelah arus Sungai Arut. 

Perjalanan melihat suasana pagi di Sungai Arut pun dimulai. Larik cahaya Matahari mengenai wajah penulis, membuat silau. Penulis menyilangkan tangan di depan wajah untuk menghindari silau.
menyusuri sungai arut di pagi hari
Semilir angin menerpa penulis, terkadang getek dari arah berlawanan membuat riak gelombang sehingga sedikit menggoyangkan getek. Penulis pun kaget, kemudian dengan erat mengenggam kedua sisi getek. Penulis menoleh ke belakang, melihat bapak pengemudi yang terlihat calm, seolah mengatakan "Tenaaaang, geteknya aman, tidak akan terbalik".

masjid di tepi sungai arut
Penulis tahu alasan mengapa jalan raya tadi lengang, karena masyarakat sibuk beraktivitas di pinggir sungai sepagi ini. Ada ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian, Bapak-bapak yang terlihat merapikan jala, anak-anak yang sedang terlibat "perang air" atau mandi, dan berbagai aktivitas lainnya.

Sungai Arut terletak di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sungai Arut nampaknya menjadi sebuah sahabat setia masyarakat bantaran sungai, saling berdekatan membentuk keselarasan.
rumah rumah kayu di pinggir sungai arut
Penulis melihat rumah-rumah kayu yang berdiri di tepi sungai, kemudian terdapat kapal kayu yang berukuran cukup besar, lalu terdapat jalan papan yang terbuat dari kayu ulin yang menghubungkan antar rumah. Penulis menjumpai tiga buah masjid yang penulis potret, berdiri dengan sederhana di pinggir sungai.
masjid di pinggir sungai arut
Selama kurang lebih 15 menit, getek pun tiba di jembatan Sungai Arut. Oh ya bagi sobat yang tertarik dengan wisata kuliner, cobalah untuk mampir ke rumah makan yang ada di dekat jembatan ini. Setelah tiba di jembatan ini, sesuai kesepakatan di awal maka getek pun kembali lagi menuju dermaga kecil di dekat kampung warna-warni.
rumah makan tepi sungai arut
Bila saat berangkat menuju jembatan penulis sibuk mengambil foto dengan kamera, maka saat perjalanan kembali menuju kampung pelangi penulis lebih banyak memperhatikan sisi sungai, memasukkan kamera ke dalam tas dan menguncinya rapat. Sesekali penulis tersenyum takzim menyapa para warga yang sedang berada di pinggir sungai, lalu mereka membalas dengan tersenyum kembali.
kampung pelangi di pangkalan bun
Pulau Kalimantan memang mempunyai banyak sungai-sungai yang besar seperti Kapuas, Barito, Mahakam, Kahayan, dll. Salah satu tempat wisata sungai yang ingin sekali penulis kunjungi suatu saat adalah Pasar Apung di Banjarmasin, semoga suatu saat :).








You May Also Like

0 komentar