Solo Traveling ke Palu dan Donggala

by - 4/11/2021 09:59:00 AM

tugu dan gong perdamaian di palu

Sudah lama Penulis merencanakan Solo Traveling ke Palu dan Donggala, ingin mencoba naik bus melewati jalan trans Sulawesi. Berangkat sendirian tidak mengapa, tidak ada host atau teman/keluarga di sana juga bukan masalah. 

Seorang teman bertanya kepada Penulis, lancar tidak road trip kemarin? Jawabannya adalah Alhamdulillah bisa dibilang lancar, tetapi tetap saja ada satu-dua kejadian yang menghambat. Biarlah hambatan itu menjadi bumbu perjalanan, tak sedap rasanya jika tidak ada dalam cerita.

Rasa cemas selama solo traveling tentu ada, Namun Penulis selalu berusaha berpikir positif semua akan baik-baik saja, all izz well. Rasa puas membuncah ketika satu persatu daftar itinerary dijalankan, senang bisa survive di tempat yang belum pernah didatangi.

Penulis tiba di Kota Palu pada pukul lima sore dan bermalam di Hotel Samrat (cerita lengkapnya dapat dibaca di : Road trip Makassar Palu dengan bus Khatulistiwa Trans) . Penulis belum juga mendapatkan rental motor, karena dari tiga kontak rental yang Penulis hubungi mereka hanya menyediakan sewa untuk minimal dua hari, bahkan ada yang minimal penyewaan satu minggu. "Ah sudahlah, besok pagi sajalah dipikirkan kembali, Saatnya istirahat dulu."

Keesokan harinya pada tanggal 4 April 2021. Karena tak kunjung mendapatkan rental motor, Penulis memesan ojol dengan tujuan Tugu Perdamaian Palu, biayanya Rp 22.000. Berjarak 10 km dan waktu tempuhnya adalah 20 menit. Lumayan jauh dan terletak di perbukitan, Penulis khawatir cara kembali ke hotel karena pasti sulit mendapatkan ojol yang mau mengambil orderan di Tugu Perdamaian. 

Penulis menawarkan kepada Driver ojolnya untuk menunggu dan nantinya mengantar Penulis kembali ke hotel. Tarifnya dikalikan dua saja dari ongkos berangkat, namun sayangnya tawaran itu ditolak. "Kalau lima menit saja saya tungguin dek" katanya. "Ya kali pak, saya mau menikmati view-nya juga bukan sekedar foto-foto saja" 

Syukurlah di sana Penulis bertemu dengan tiga orang perempuan bernama Tamara, Tara, dan Ririn yang sedang menikmati hari libur mereka dengan hunting foto di Tugu Perdamaian. Lantas penulis bercerita layaknya orang yang baru kenal, menceritakan asal, sejak kapan di Palu, alasan mengapa jauh-jauh ke Palu, dan kesulitan mendapatkan sewa motor. 

"Nanti ikut kita aja kak, kita antar ke hotel" ujar Tamara. Tidak hanya itu Penulis juga diberikan kontak penyewaan motor oleh Tamara. Wah beruntung sekali, Terima kasih ya Tamara dkk :)

Tugu dan Gong Perdamaian Nusantara 

tugu perdamaian palu

Tugu dan Gong Perdamaian Nusantara berada di perbukitan kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Dalam bahasa daerah disebut dengan Nosarara Nosabatutu, yang memiliki arti bersaudara dan bersatu. 

Provinsi Sulawesi tengah mempunyai memori kelam karena konflik komunal yang terjadi di Poso. Tugu ini dibuat Sebagai simbol persatuan, persaudaraan, dan perdamaian masyarakat Sulawesi Tengah.  Agar peristiwa seperti itu tidak terjadi lagi dan masyarakat hidup damai dan rukun, semoga intoleransi segera lenyap dari Nusantara.  

teluk palu

Tugu dan Gong Perdamaian Nusantara diresmikan pada tahun 2014 yang lalu, menjadi salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi di Kota Palu.  Dari Tugu Perdamaian dapat terlihat pemandangan kota serta Teluk Palu. 

Bangunan tugu perdamaian terdiri dari tiga tingkat yang merepresentasikan  tiga keseimbangan hidup, yaitu hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungan di sekitarnya.  

gong perdamaian kota palu

Perhatian Penulis tertuju dengan sebuah gong besar berwarna keemasan. Pada bagian tengah gong terdapat gambar peta Indonesia yang dikelilingi oleh lima simbol agama yang ada di Indonesia yaitu Islam, Buddha, Kristen, Katolik, dan Hindu.

Pada bagian sisi terluar terdapat logo Provinsi dan Kabupaten yang ada di Indonesia. Namun sayangnya beberapa logo telah terkelupas, entah karena terkelupas alami atau karena ulah jahil pengunjung. 

tugu perdamaian palu

Ada banyak tempat menarik yang bisa dijadikan lokasi foto, seperti taman-taman yang terawat dan bunga Bugenvil yang sedang mekar. Karena berada di perbukitan, dari lokasi ini Penulis dapat melihat pemandangan kota Palu beserta teluk Palu.

Pusentasi Donggala

Setelah diantar ke Hotel oleh Tamara dkk, Penulis langsung bersiap-siap untuk menuju ke rumah yang menyewakan motor,  terletak di Jalan Bantilan-Palu Barat. Tarifnya 150 ribu untuk satu hari, sebagai jaminan Penulis menyerahkan KTP. 

Perjalanan menuju Pusentasi pun dimulai, namun baru berjalan sekitar 15 menit motor yang penulis kendarai mengalami masalah. Ban belakangnya bocor dan harus diganti, yang membuat masalah lebih serius adalah sulitnya mencari tempat tampal ban. Jarak Penulis dari Kota Palu sudah cukup jauh.

Setelah bertemu tempat tampal ban rupanya ban luar dan dalam harus diganti, amsyong dah. Untungnya membawa uang yang cukup untuk mengganti ban, ini pentingnya cash in hand dalam perjalanan karena belum tentu mudah menemukan atm di sekitar sana.

Setelah ban selesai diganti, Penulis melanjutkan perjalanan menuju Pusentasi atau Pusat Laut Donggala yang terletak di Banawa Tengah, Kabupaten Donggala. Jaraknya dari kota Palu sekitar 45 km, dengan waktu tempuh sekitar satu jam (jika tidak ada kendala seperti ban bocor). 

pusentasi donggala

Biaya masuk ke tempat wisata ini hanya Rp 2.500 saja loh, ditambah dengan uang parkir dua ribu saja. Pusentasi adalah sumur raksasa yang terbentuk secara alami yang dikelilingi bebatuan besar. Untuk mempercantik kawasan Pusentasi dibangunlah dinding-dinding yang mengelilingi area sumur.

Airnya jernih, bahkan bebatuan yang ada di dasar sumur dapat terlihat dari atas. Kalau sudah berkunjung di sini harus nyobain loncat dari atas bebatuan ke dalam sumur. Kedalaman Pusentasi serkitar 5 meter dan bisa berubah-ubah tergantung kondisi pasang-surut air laut. Sedangkan lebar atau diameter Pusentasi 10 meter. Rasa air di Pusentasi asin, dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan pantai.

Pantai di dekat Pusentasi

pantai di dekat pusentasi donggala

Pantai yang berada di dekat Pusentasi juga tidak kalah indahnya. Air laut yang jernih dan pasir putih yang menghampar menarik perhatian pengunjung untuk datang. Bahkan ada yang mendirikan tenda dan bermalam di pantai ini. 

pantai pusentasi donggala
 

Di sekitar pantai terdapat penginapan, namun Penulis lupa menanyakan tarifnya. Fasilitas lain berupa warung dan kamar bilas, cukup lengkap namun yang kurang adalah tempat penitipan barang bawaan. Kejadian tidak menyenangkan dialami oleh salah seorang pengunjung, tas jinjing miliknya hilang karena keasikan bermain di pantai. 

Pantai Tanjung Karang

pantai tanjung karang donggala

Karena masih ada pantai yang ingin didatangi, Penulis pun bergegas ke parkiran dan memacu motor ke destinasi berikutnya. Pantai Tanjung Karang namanya, tempat favorit wisata keluarga. Pasir putih, air laut yang jernih, dan permainan banana boat ada di pantai ini. 

Di dekat pantai Tanjung Karang terdapat spot diving dan snorkeling, namun untuk menuju ke sana harus menyewa kapal. Teriknya matahari tidak menyurutkan semangat anak-anak yang berlarian dan bermain pasir di sekitar pantai, begitu juga dengan sekelompok komunitas gereja yang sedang menyelenggarakan kegiatan keagamaan di pantai.

 Masjid Apung Palu dan bekas tsunami

masjid apung palu

28 September 2018, bencana gempa dan tsunami melanda Palu, Donggala, dan sekitarnya. Membuat duka mendalam bagi warga. Kehilangan keluarga dan kerabat yang meninggal, kehilangan rumah beserta harta benda, rasa trauma yang masih dialami seperti yang dirasakan Pak Ikhwan (driver ojol di part sebelumnya).

jembatan kuning palu yang putus

Kini sudah hampir tiga tahun berlalu, bekas tsunami masih tersisa terutama di sepanjang pantai Talise. ruko-ruko dan mall yang rusak, rumah-rumah yang ambruk, Jembatan kuning Palu IV yang putus, dan Masjid Apung yang kini tidak terapung lagi. 

Tiang-tiang penyangga di Masjid Apung sudah roboh, badan masjid langsung menempel dengan karang dan air laut. Kini masjid sudah tidak difungsikan lagi sebagai tempat ibadah, hanya sebagai monumental pengingat kejadian 28 September 2018 yang lalu.

Pukul lima sore Penulis kembali ke hotel. Mandi, makan malam, dan packing untuk persiapan berangkat keesokan harinya menuju Mamuju. 

Cerita perjalanan di Mamuju dapat dibaca pada : Solo Traveling ke Mamuju


You May Also Like

0 komentar