Review Open Trip Overland Sumba Bersama Indonesia Juara

by - 5/10/2025 03:52:00 PM

open-trip-overland-sumba-bersama-indonesia-juara

Jika enam tahun yang lalu saya berangkat ke Sumba menyusun rencana mandiri bersama teman-teman traveler dari komunitas, kali ini saya menggunakan open trip Indonesia Juara. Merencanakan perjalanan sendiri tanpa bantuan agen trip mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya  harga sharing cost bersama rekan perjalanan bisa ditekan, kita bisa mengatur budget hotel, makan, hingga mencari sewa mobil dan spoir yang lebih murah.

Namun kalau merencanakan perjalanan sendiri kita harus siap repot, kemudian biasanya dokumentasi kurang proper. Karena saya berangkat bersama Em, saya ingin perjalanan kali ini membekas dengan foto dan video yang dapat kami buka hingga bertahun-tahun ke depan. Maka dari itu saya memutuskan untuk mengontak Indonesia Juara. Syukurlah meski dadakan, masih ada slot yang tersedia di penghujung tahun 2024 untuk trip ke Sumba. 

Semua akomodasi sudah diatur oleh pihak Indonesia Juara. Namun karena kami lebih cepat sehari dari jadwal trip, kami mengisi waktu luang dengan menyewa motor dan berkeliling di sekitar Tambolaka, ceritanya bisa dibaca pada : Sewa Motor di Sumba, Aman atau Tidak?. Pada tulisan kali ini saya akan mengulas lengkap pengalaman open trip Overland Sumba bersama Indonesia Juara dari tanggal 26 s.d. 29 Desember 2024.

Hari Pertama , 26 Desember

Kami dijemput di hotel oleh Guide bernama Bang Adi pukul satu siang. Saya heran kok tidak ada tamu lain yang dijemput, padahal ini kan open trip, biasanya ada orang lain yang berangkat bersama kami. Seperti agen trip lain yang saya temui di hotel Sinar Tambolaka. Mereka bahkan satu mobil diisi oleh lima hingga 6 orang.

"Bang, ini open trip terasa private trip. Beruntung sekali jadi hanya abang dan kakak saja yang kami antar keliling Sumba. Jadi santai saja ya, tidak perlu kaku ikuti itinerary, nanti kalau kita punya waktu lebih kita bisa ke spot lain yang tidak ada di list paket" Kata Bang Adi.

Supaya suasana di dalam mobil tidak sepi, Bang Adi mengajak anaknya bernama Khadafi, remaja berusia 14 tahun yang menemani kami selama empat hari overland Sumba. Beruntung sekali kami waktu itu, untuk perbandingan saja, harga private trip Sumba bisa jauh lebih mahal dari yang kami bayar. Namun saya harus tekankan, ini situasional, umumnya satu mobil itu bisa diisi oleh 5-6 orang tamu. 

Kampung Adat Ratenggaro

kampung-adat-ratenggaro

Tempat pertama yang kami datangi adalah Kampung Adat Ratenggaro. Setiap daerah di Indonesia mempunyai keunikan rumah adat masing-masing, salah satunya Sumba yang mempunyai rumah adat Uma Mbatangu atau rumah berpuncak. Kalian akan sering melihat pemandangan rumah adat seperti ini di Sumba Barat Daya. 

Kampung Adat Ratenggaro adalah kampung adat di Sumba yang paling populer di kalangan traveler. Semua penyedia jasa open trip pasti memasukkan desa ini ke dalam itinerary. Ratenggaro berasal dari dua kata yaitu "rate" yang berarti kuburan dan "garo" merupakan nama suku dari desa ini. 

Jika pada enam tahun sebelumnya saya hanya berkeliling mengitari rumah adatnya, pada kunjungan kali ini saya meminta Bang Adi dan Khadafi untuk menemani kami menuju ke pantai yang tidak jauh dari desa, menyusuri jalan setapak hingga tiba di pantai dengan view laut  yang berombak tenang. 

Pantai Pero

pantai-pero-sumba

Karena hanya berdua, jadi kami lebih bebas meminta difoto atau video. Kami juga diberikan kebebasan oleh Bang Adi apakah masih ingin berkeliling di desa adat atau berpindah ke spot lain. Selama di Pantai Pero, waktu yang kami habiskan tidak begitu banyak. Cukup mengambil beberapa foto dan video saja, kemudian duduk di bebatuan pantai. Bang Adi lantas menghampiri kami yang terlihat hanya duduk-duduk saja, saat itu jarum jam menunjukkan pukul tiga sore.

"Bang, Kak. Ini kan di jadwal kita seharusnya hari ini hanya ke Ratenggaro sama Pantai Pero saja, nah kebetulan cuaca cerah dan waktu masih panjang (pukul tiga sore), bagaimana kalau hari ini kita padatkan saja jadwalnya ke Danau Weekuri dan Hunting sunsetnya di Pantai Mandorak" Usul Bang Adi.

"Terus besoknya bagaimana Bang? kita gak kemana-mana dong? hanya mampir ke Warinding sama jalan ke Waingapu saja ya?" tanya saya.

"Nah nanti saya ajak abang dan kakak ke Weecakura saja, itukan tidak ada di paket open trip. Jadi kita punya lebih banyak spot yang didatangi." Ujar Bang Adi.

Usul yang menarik menurut saya. Saya juga tipe orang yang fleksibel, kebetulan tamu yang dibawa oleh Bang Adi hanya kami berdua. Jadi dokumentasi di tiap tempat itu tidak terlalu lama. Biasanya kan yang bikin lama itu nungguin teman-teman lain yang hendak foto atau bikin video. Kalau hanya saya dan Em, seharusnya waktunya lebih ringkas. Jadi kami bisa datang ke lebih banyak tempat.

Danau Weekuri

danau-weekuri-sumba

This one from Ema's POV, so here we go! Spot selanjutnya yang kami kunjungi yaitu danau asin yang terletak di Desa Kalena Rongo, Kabupaten Sumba Barat Daya.  Danau Weekuri atau Weekuri Lagoon, danau yang dikelilingi oleh batu karang yang memisahkannya dengan laut.  Di sana wisatawan bisa berenang karena disediakan akses untuk menuju ke bawah. Kalian akan melewati warung-warung pondok yang menjual berbagai macam makanan ringan dan kain tenun khas sumba saat mendekati pinggir danau.  

Hal yang tidak bisa saya lupakan justru bukan sekadar keindahan danaunya melainkan momen ketika saya menunaikan sholat Ashar.  Sayang sekali di sana belum tersedia mushola yang layak untuk digunakan, sudah ada bangunannya tapi belum dipelihara dengan baik sehingga menjadi bangunan terbengkalai.  

tempat-sholat-di-danau-weekuri-sumba

Akhirnya setelah bertanya-tanya dengan orang sekitar, seorang bapak (warga lokal) mengajak saya untuk menuju ke warung pondok kain miliknya.  Beliau memperbolehkan saya untuk sholat disana.  Kemudian setelah saya mengucapkan salam, saya melihat ada anak kecil yang menundukkan badannya saat melewati pondokan yang saya tempati dan mengucapkan permisi seolah takut mengganggu ibadah saya. Hal ini membuat saya seketika tersenyum dan terharu.  Pulau Sumba yang mayoritas non islam ternyata memiliki toleransi beragama yang sangat tinggi.  

berenang-di-danau-weekuri-sumba

Well, back to the lagoon.  Spot foto utama disini adalah di atas batu karang yang belakangnya langsung tertuju pada keindahan danau.  Namun kami perlu melewati pagar pembatas pada jembatan kayu untuk mendapatkan spot foto yang satu ini, selain itu menurut saya setiap sudut Danau Weekuri akan tetap indah untuk diabadikan.

Pantai Mandorak

pantai-mandorak-sumba

Selain Pantai Pero, spot sunset lain di Sumba Barat Daya adalah Pantai Mandorak. Kami tiba di pantai ini pada pukul 17.20 WITA. Masih sangat cukup untuk menikmati birunya air laut sebelum matahari tumbang dan sebelum langit perlahan temaram.

"Abang dan kakak beruntung cuaca lagi cerah, tamu saya kemarin dapat mendung dan hujan." Ujar Bang Adi. Mendengar kalimatnya barusan membuat kami tersenyum sumringah. Bulan Desember cuaca di Sumba kurang menentu, namun keunggulannya perbukitan akan berwarna hijau selepas kemarau panjang.

"Hei Anak, nanti kamu yang foto abang dan kakak ya, foto yang bagus seperti yang bapak kasih ajarkan" Kata Bang Adi ke Khadafi.

Khadafi pun juga bersemangat sekali mendalami peran sebagai asisten ayahanda. Foto dan video yang direkam oleh Khadafi juga memuaskan. Oh iya saat menemani kami, Khadafi sedang libur sekolah ya bukan bolos. 

Saat ini Khadafi sedang duduk di bangku SMA, badannya yang tegap dan tinggi  membuat saya berseloroh menyuruhnya mendaftar di akademi kepolisan atau tentara. Tetapi mau jadi profesi apapun itu tidak menjadi masalah, yang penting bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

sunset-pantai-mandorak

Beberapa foto yang saya lampirkan di postingan ini adalah hasil jepretan Khadafi. Saya lupa yang mana saja, karena saking banyaknya momen yang diabadikan bersama Em. 

Hari Kedua, 27 Desember

Setelah kemarin kami memadatkan agenda, jadi praktis kami tidak perlu ke Mandorak dan Weekuri lagi. Pada hari kedua, kami sudah harus mengemasi barang di hotel untuk checkout, nanti setelah tiba di Waingapu-Sumba Timur kami akan menginap di hotel Elim. Agenda kami hari ini menuju Sumba Timur dan mengunjungi beberapa spot wisata di tengah perjalanan ke sana.

Air Terjun Weekacura

air-terjun-weekacura

Sesuai janji Bang Adi, beliau mengajak kami singgah ke Air Terjun Weekacura. Apa yang membuat Weekacura ini spesial? karena lokasinya yang tidak umum. Biasanya air terjun itu di sekitar pepohonan lebat, di antara tebing-tebing tinggi, ataupun di arus sungai yang disekelilingnya bebatuan besar. Weekacura berbeda, air terjun ini terletak di tengah persawahan yang mehampar luas.

Kami datang ke Weekacura ketika padi baru selesai di panen, jadi beberapa spot sawahnya baru selesai dibajak. Namun hal itu tidak mengurangi keindahaan Weekacura. Saya belajar banyak bagaimana warga Sumba begitu menyayangi dan menjaga alam yang sudah dipersembahkan Tuhan kepada mereka. Air mengalir dengan tenang, mengairi persawahan warga, siklus alam yang terjaga meskipun sudah menjadi spot wisata yang populer. 

Kampung Adat Praijing

kampung-adat-praijing-sumba

Pukul sebelas siang. Langit mendung mulai terlihat mengintai perjalanan kami. Setelah ke Weekacura, kami beranjak ke Kampung Adat Praijing yang jaraknya tidak terlalu jauh. Biasanya pada paket open trip pada umumnya memasukkan dua desa adat yaitu Praijing dan Ratenggaro.  Jika Ratenggaro terletak di dekat pantai, maka Praijing lokasinya berada di perbukitan. 

Kampung Adat Praijing mempunyai ciri khas yaitu terdapat peninggalan megalitikum berupa batu kubur besar leluhur. Oh ya, masyarakat Sumba mempunyai kepercayaan "Ma Rappu" yang konon merupakan penghormatakan kepada para leluhur mereka yang sudah menjaga keseimbangan alam dan masyarakat Sumba.

Berfoto di Tengah Jalan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru

"Bang Adi, saya teringat waktu itu pernah foto di pinggir jalan yang bagus banget di Sumba. Kanan kirinya pohon-pohon besar gitu, tapi saya lupa namanya" Kata saya ke Bang Adi.

"Oh saya tau tempatnya, nanti kita lewatin kok bang. Abang dan kakak bisa turun sebentar buat foto-foto" Kata Bang Adi. 

taman-nasional-manupeu-tanah-daru

Kalau dulu tidak ada sama sekali papan nama di jalan ini, sekarang sudah ada papan nama Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Saya coba searching, taman nasional ini luas sekali mencakup beberapa kawasan wisata air terjun, hutan, dan pantai. Jadi sepertinya kawasan tempat kami berfoto ini hanyalah jalan lintas-nya saja yang membelah kawasan taman nasional.

Selama Overland Sumba, makan di mana?

rumah-makan-parahiangan-di-sumba

Salah satu kelebihan ikut open trip, semuanya sudah diatur termasuk lokasi makan. Jadi tidak perlu khawatir kebingungan mencari tempat makan. Seperti rumah makan Parahiangan 2 di Sumba Tengah. Oh iya Pulau Sumba itu terdiri dari 4 kabupaten yaitu Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Kalau kata Bang Adi Sumba Tengah ini sebenarnya punya destinasi wisata juga, namun kalah populer dibanding wisata di kabupaten lain.

Bukit Ndapayami

ndapayami-sumba

Setelah makan siang, perjalanan kembali dilanjutkan menuju Bukit Warinding, spot sunset dengan view perbukitan hijau di Sumba. Kami tiba di Warinding sekitar pukul tiga sore. Lagi-lagi lebih cepat dari jadwal itinerary, lagi-lagi Bang Adi punya cara untuk membuat senang para tamu dengan rencana dadakannya.

"Bang, ini masih jam tiga sore, sunset masih lama. Kita jalan ke Ndapayami aja ya. Nanti kita kasih terbang drone di sana" Kata Bang Adi. Wah saya langsung kegirangan dapat spot tambahan lagi, tetapi jalan ke sana belum aspal. Hanya separuh jalan saja yang sudah dicor, sisanya jalan tanah. Kontur jalannya juga berkelok-kelok. Menuju spot ini harus ditemani oleh guide atau warga lokal yang menyetir, karena jalannya memang sejelek dan sehancur itu.

jalan-ke-bukit-ndapayami

Mungkin faktor itulah mengapa banyak paket open trip yang jarang memasukkan bukit Ndapayami ke dalam itinerary trip mereka. Saya dulu tidak tau juga mengenai bukit ini, untung Bang Adi mengajak kami ke sini. Bukit Ndapayami bisa dibilang hidden spot yang jarang diketahui oleh para traveler. Beruntung kami dipandu oleh guide berpengalaman dari Indonesia Juara yang mengajak kami ke sini.

bukit-ndapayami-sumba

Bukit Ndapayami waktu itu berasa seperti private hill bagi kami, tidak ada pengunjung lain. Jadi kami sangat bebas mengambil dokumentasi baik itu foto maupun video. Saya bilang ke Em untuk menentukan bukit mana yang paling memorable baginya.

"Selain Ndapayami, nanti kita datang ke Warinding, Tanarara, Puru Kambera, dan Tenau. Oh ya jangan lupakan Bukit Lendongara yang tak kalah magisnya.

Sunset di Bukit Warinding

sunset-bukit-warinding

Kami kembali ke Bukit Warinding dan tiba di sana pukul 17.30 sore. Masih cukup untuk menikmati keindahan matahari terbenam. Ada beberapa kuda yang ditawarkan untuk ditunggangi dengan membayar 50 ribu. Kalau mau menunggang kuda, kita harus membayar sendiri karena di luar paket trip.  Opsional sih, tetapi tidak ada salahnya menyenangkan Em yang baru pertama kali ke Sumba.

Jika di Ndapayami berasa seperti bukit milik sendiri, kali ini di Warinding banyak wisatawan yang datang. Bukit Warinding ini bisa dibilang bukit yang paling ramai pengunjungnya karena lokasinya tepat di pinggir jalan raya.Waktu itu sekitar lima mobil yang sedang terparkir. Ini mah untuk ukuran libur panjang masih sepi, pertanda pariwisata sedang lesu, makanya turunin dong tiket pesawat pak/bu menteri.

Selanjutnya kami menuju ke kota Waingapu, menginap di Hotel Elim.

Hari Ketiga, 28 Desember 

Hari ketiga agenda masih sangat padat. Seakan tidak ada habis-habisnya spot wisata di Sumba. "Bang kira-kira kalau musim hujan seperti ini, kondisi air terjun di Sumba bagaimana?" taya saya ke Bang Adi. "Tidak menentu abang, kemarin saya antar tamu pas lagi hujan malah air terjunnya lagi bagus" Jawab Bang Adi. 

Air Terjun Waimarang

"Kalau cuaca cerah seperti ini saya bisa jamin air terjunnya lagi jernih abang. Ayok kita turun ke bawah". Ujar Bang Adi dengan penuh semangat. Lokasi Air Terjun Waimarang yang berada di lembak hutan, membuat pengunjung harus treking kecil-kecilan sekitar 20 menit ke sana. Namun terkadang ekspektasi tidak sejalan dengan realita, air terjunnya keruh. Bang Adi justru terlihat lebih kecewa dibanding kami, karena beliau dari awal sangat yakin karena cuaca waktu itu memang sedang terik.

air-terjun-waimarang-keruh

Begitulah Sumba, memang di Waimarang cuaca sedang bagus, namun kita tidak tau bagaimana kondisi air di hulu. Saya dan Em tidak begitu kecewa, karena tuhan sudah memberikan banyak kebaikan kepada kami di hari-hari sebelumnya. Spot-spot lain kami sungguh beruntung dapat cuaca dan view yang lagi bagus, bahkan diajak Bang Adi ke destinasi tambahan. Tak elok rasanya hanya karena keruhnya air terjun membuat kami melupakan kebaikan Tuhan begitu saja.

Pantai Walakiri

guide-sumba-di-pantai-walakiri

Pukul 12 siang, kami berangkat menuju pantai Walakiri untuk makan siang. Bang Adi sangat peka dan tau bagaimana menghibur tamu, Beliau mengajak kami makan siang dengan lauk yang menurut saya mewah. Kami makan siang ikan bakar waktu itu, sembari menikmati keindahan Pantai Walakiri yang tidak kehilangan sentuhan magisnya meski pohon-pohon mangrove ikoniknya sudah tergerus air laut.

Pantai Walakiri merupakan salah satu spot sunset, namun kami datang pada siang hari karena ingin menghabiskan waktu sore di Bukit Tanarara. Spot yang sedang viral dengan tagline jalan terindah di Indonesia.

Bukit Tanarara

bukit-tanarara-jalan-terindah-di-indonesia

Kalau kami ke Tanarara pagi, bisa jadi sudah banyak kendaraan yang lalu-lalang di jalan yang diapit oleh perbukitan hijau ini. Lagi-lagi, saya dan Em bersyukur karena momentum ke sini sangat pas. Bang Adi dan Khadafi cekatan mengeluarkan peralatan kamera dan drone. Kemudian kami memikirkan hendak berpose seperti apa.

Puas menjepret banyak foto dan video, mobil terparkir di areal pondok sekitar Bukit Tanarara. Ada semacam spot untuk melihat keindahan bukit ini secara 360 derajat. Dari sana bisa melihat sekeliling area yang penuh dengan bukit hijau yang meghampar luas, seakan-akan tidak ada ujungnya. 

Kami duduk-duduk sebentar menikmati pemandangan menakjubkan di depan mata, lalu saya tanya ke Em "Jadi bukit mana yang paling menyentuh dan paling bagus". Yang ditanya hanya tersenyum, masih menyimpan jawaban.

Hari Keempat, 29 Desember

"Abang dan kakak pulang kapan? ini kan kalau di jadwal kita ke Bukit Tenau tapi kan tau sendiri penerbangan ke Denpasar itu pukul enam pagi, tidak bakal sempat ke Tenau" kata Bang Adi. "Oh saya pulang besoknya bang, tanggal 30." jawab saya. 

Jadi, sebelum berangkat ke Sumba, saya sudah berkomunikasi dengan admin Indonesia Juara mengenai jadwal itinerary. Daftar trip itu berakhir pada tanggal 29 Desember dan spot yang didatangi hanya Bukit Tenau saja. Jadi setelah berkunjung ke Bukit Tenau, kami harus berpisah dengan Bang Adi dan Khadafi. 

Bukit Tenau

tenau-sumba

Kalau sobat pembaca perhatikan, kami belum pernah hunting sunrise . Nah barulah di hari terakhir, kami berangkat dari hotel sekitar pukul lima pagi untuk melihat matahari terbit dari Bukit Tenau. Sekaligus menjadi kewajiban terakhir Bang Adi menemani kami selama overland Sumba dari tanggal 26 s.d. 29 Desember.  Setelah diantar kembali ke hotel, kami berpisah. Lalu untuk cerita selanjutnya, kami mencoba eksplor Sumba dengan menyewa sepeda motor. Bisa baca pada postingan : Hati-hati Motoran di Puru Kambera.

Sekian ulasan atau review kami tentang pengalaman mengikuti open trip overland Sumba bersama Indonesia Juara. Sungguh, pengalaman yang sangat berkesan. Terima kasih Bang Adi dan Khadafi. Sampai jumpa di lain waktu, semoga bisa kembali ke Sumba.




You May Also Like

0 komentar