Traveling Melihat Pesona Alam Ternate yang Menakjubkan

by - 4/04/2020 11:28:00 AM

Ternate adalah daerah WIT pertama yang penulis datangi, penulis awalnya berniat berperjalanan seorang diri menuju pulau kecil di Maluku Utara ini. Namun tiga hari sebelum keberangkatan Dicky tertarik untuk ikut bergabung, karena rencana pendakian ke Gunung Bukit Raya batal.  Kami berdua menghubungi rekan kerja yang bertugas di Ternate, syukurlah disambut dengan baik dan dipinjamkan motor selama di Ternate.
 
Perjalanan dimulai pada pukul 00.05 WIB dari Bandara Soekarno Hatta. Wah ini merupakan pertama kali Penulis merasakan berangkat dengan pesawat larut malam. Meski sudah larut justru suasana ruang tunggu ramai oleh para penumpang, Pesawat dengan rute timur Indonesia kebanyakan berangkat pada jam-jam ini. Penulis transit di Makassar sebentar, menunggu sekitar satu jam lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju Ternate.

Request tempat duduk dekat jendela sangat penting dalam kondisi terbang di malam hari, bisa tidur lebih nyaman tanpa ada gangguan penumpang sebelah yang ingin ke kamar kecil. Cuaca selama penerbangan bersahabat, hanya sesekali terjadi turbulensi kecil. Saat langit mulai cerah Penulis melempar pandangan ke arah jendela, laut kebiruan nampak mengelilingi pulau-pulau kecil. Entah sudah dimana, sepertinya tidak lama lagi pilot akan memberitahukan "prepare for landing" dari kokpit.
 
Penulis membelalakkan mata ketika melihat Gunung Gamalama sebelum pesawat mendarat dengan halus pada pukul 7.25 WIT di Bandara Sultan Babullah. Awan terlihat tipis mengambang di langit Ternate, sehingga view gunung terlihat sangat jelas dari balik jendela kaca pesawat. Bandara Ternate tidak ada garbaratanya, justru Penulis menyukai kondisi ini karena bisa melihat suasana sekitar bandara sebelum masuk ke ruang kedatangan. Gunung Gamalama yang hampir seluas pulau terlihat menjadi latar belakang bandara, aksesoris umbul-umbul dan hiasan bernuansa merah putih membentang di dinding ruang bandara.

Penulis dan Dicky telah berdiskusi mengenai itinerary selama tiga hari di Ternate. Opsi yang pertama apakah lanjut menyeberang ke Tidore atau tidak, Jika lanjut kemungkinan akan menyita waktu yang cukup banyak dan beberapa tempat wisata di Ternate tidak sempat didatangi. Opsi kedua memaksimalkan waktu hanya di Ternate saja. Lalu opsi ketiga yaitu mendaki Gunung Gamalama. Akhirnya kami memutuskan untuk memilih opsi yang pertama, lanjut menyeberang ke Tidore. Catatan saat perjalananan menuju Tidore akan diceritakan pada postingan berikutnya.  
 
Setelah bertemu dengan Dodi (teman di Ternate), Penulis dan Dicky langsung diberikan sepeda motor untuk keliling Ternate. Sementara Dodi belum bisa menemani karena ada penugasan kantor pada hari itu. Barulah keesokan harinya Ia bisa menemani Kami menyeberang ke Tidore. Infonya akan dilaksanakan upacara peringatan 18 Agustus di sana,  ceritanya dapat disimak pada artikel selanjutnya, karena pada artikel ini Penulis akan membahas Cerita selama di Ternate saja.


Landmark Kota Ternate

landmark ternate
Penulis awalnya mengira Ternate adalah Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, rupanya salah besar karena Ibu Kotanya berada di Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera, Pulau terbesar di Provinsi ini. Tempat pertama yang Kami kunjungi di Ternate adalah Landmark Kota Ternate yang berada di tengah kota.  Sebuah tulisan "Ternate" dengan latar belakang laut dan pulau-pulau di sekitar Ternate. Langitnya saat itu sangat mendukung untuk memotret foto, cerah membiru. 

Lokasi ini sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan publik. Saat itu penulis menyaksikan sebuah pertunjukan Stand Up Comedy pada malam hari. Para komika berhasil membuat gelak tawa penonton yang hadir, namun sayangnya menggunakan bahasa lokal. Pertunjukkan itupun diselingi dengan live music dari band lokal.  
sunrise di landmark ternate
Tempat ini juga menjadi lokasi terbaik untuk menikmati keindahan matahari terbit. Pengunjung dapat melihat sang surya mulai menapaki cakrawala, tontonan yang membuat mata tidak mau berkedip. Penulis datang ke sini di pagi hari sendirian tidak ditemani Dicky yang lebih memilih berlari. Teman satu ini memang seorang atlit andalan instansi yang sering menorehkan prestasi di perlombaan. Menikmati suasana pagi di Landmark Ternate patut dimasukkan ke dalam itinerary kalian jika berkunjung ke Ternate. Percayalah sangat mengagumkan viewnya.

Sulamadaha yang Menakjubkan
sulamadaha ternate
Menuju Pantai Sulamadaha membutuhkan waktu tempuh hanya 30 menit saja dari pusat Kota Ternate. Penulis saat itu menggunakan sepeda motor ditemani oleh Dodi dan teman-teman dari Ternate. Saat memasuki kawasan Pantai, penulis melewati jalan sempit dan berkelok-kelok.

Tibalah penulis di teluk kecil bernama Saomadaha. Air laut sebening kaca dan terumbu karang yang mempesona, itulah kalimat yang menggambarkan pantai eksotis ini. Setelah puas memotret keindahan teluk ini, penulis pun mengambil peralatan snorkeling.

Sungguh pemandangan bawah air lautnya sangat menakjubkan. Terumbu karang berbagai jenis dan warna, lalu banyak dijumpai ikan-ikan yang berenang di sekitar terumbu karang. Sebuah keberuntungan bagi penulis saat itu, dua ekor kura-kura sedang terlihat di teluk ini. Sayang saat itu penulis belum mempunyai action cam sehingga tidak bisa membagikannya ke sobat pembaca. 

Snorkeling selama kurang lebih 30 menit menguras tenaga, penulis pun kembali ke daratan. Sedangkan teman-teman yang lain tetap melanjutkan. Di pinggir teluk tersedia beberapa warung yang menjual indomie, nasi ayam, dan pisang goreng. 

Danau Tolire Besar
danau tolire di ternate
Sobat melihat gunung yang berada di belakang danau? ya itulah Gunung Gamalama yang terlihat dari Danau Tolire.  Danau berwarna hijau ini mempunyai banyak keunikan. Ada sebuah legenda mengenai danau ini, tentang cinta terlarang antara ayah dan anak di sebuah desa. Lalu desa tersebut dikutuk dan ditenggelamkan di danau ini.

Lalu hal unik lainnya yaitu ketika kita melemparkan batu ke danau ini tidak akan sampai ke permukaan air danau. Mungkin karena lokasi danau yang sangat jauh berada di bawah. Pengunjung pun dilarang untuk berada terlalu dekat di pinggir tebing karena dikhawatirkan terpeleset dan jatuh. 

Di dekat parkiran banyak dijumpai warung-warung yang menjualkan makanan dan minuman ringan. Lalu pedagang warung juga menjual batu yang digunakan untuk dilempar ke air danau.

Pantai Jikomalamo
pantai jikomalamo ternate
Satu lagi tempat snorkeling di Ternate, yaitu Pantai Jikomalamo. Penulis tidak mencoba turun ke air laut karena tiba terlalu sore saat itu, Penulis tidak ingin melewatkan sunset di Pantai Akerica jadi hanya singgah sebentar di Jikomalamo. Saat itu juga sedang ramai berita penampakan buaya di sekitar perairan ini, makin urung niat nyebur di pantai ini hehehe. Penulis hanya duduk melihat pemandangan air lautnya saja, Pulau Hiri terlihat dari pantai ini.

Sunset di Pantai Akerica 
sunset pantai akerica ternate
Penulis mendapatkan referensi lokasi pantai ini dari sebuah postingan di laman travel detik. Lalu penulis bersama dicky mengenderai motor menuju Pantai Akerica dengan bantuan google maps. Tiba di pantai, penulis melihat keramaian warga yang sedang berkumpul di sekitar pantai. Tampak mereka sedang mengadakan lomba memeriahkan tujuh belasan.

Pantai ini sedikit kotor karena sampah, namun dibalik itu terdapat pemandangan matahari terbenam yang sangat mempesona. Warna jingga mewarnai langit di sore hari itu, perlahan matahari turun menghilang di bawah garis cakrawala.
anak-anak bermain di pantai akerica ternate
Penulis memperhatikan anak-anak yang sedang bermain di sekitar pantai, mereka tampak asyik berlari-larian, bermain bola, dan bermain ayunan. Spot sunset yang mengagumkan, ada banyak objek foto human interest yang dapat direkam.

Penulis pun kembali ke penginapan, namun ada sebuah insiden di tengah perjalanan. Sepeda Motor yang penulis kendarai mogok, rupanya habis bensin. Jujur saja, saat itu Penulis panik karena berada di jalan yang sepi, tidak terlihat rumah-rumah warga. 
 
Sangat melelahkan apabila harus mendorong motor dengan kondisi jalan yang naik turun. Untung saja ada motor yang melintas, sepasang suami istri berusia kisaran 40 tahun yang berbaik hati membantu kami. "Tunggu sini ya Dek, saya cari tempat jualan bensin dulu nanti saya ke sini lagi". Ujar Bapak tersebut. Momen ini paling berkesan, membawa stigma bahwa masyarakat Ternate baik dan ramah.

Masjid Al Munawwar
masjid al munawar ternate
Masjid ini menjadi tempat penulis menunaikan ibadah salat jumat saat itu. Lokasi masjid ini berada di pinggir Jalan Raya Ternate, tidak terlalu jauh dengan landmark. Keunikan masjid berwarna dominan hijau ini dibangun di dekat laut.
  
Tempat yang Tidak Penulis Kunjungi
bandara sultan babullah ternate
Seperti yang penulis ulas di awal, penulis hanya mempunyai waktu yang singkat di Ternate yaitu hanya pada hari Jumat dan Minggu saja. Sedangkan pada hari Sabtu penulis menyeberang ke Tidore, ceritanya dapat dibaca pada : Menyaksikan Upacara 18 Agustus di Tidore. Pada hari Minggu siang Penulis kembali ke Jakarta dengan menumpangi pesawat Sriwijaya Air.

Hal itu membuat ada beberapa tempat yang tidak sempat penulis kunjungi, seperti Benteng Tolluko, Benteng Kalamata, Danau Ngade, Pantai Fitu (foto pantai uang seribu rupiah lama), Kebun Cengkeh, dll. Masih banyak bukan yang belum didatangi? semoga suatu saat bisa kembali ke Ternate (untuk beberapa hari saja bukan penempatan tugas ya hehehe)

Selama di Ternate Penulis dan Dicky sepakat untuk tidak ingin merepotkan Dodi mengenai tempat menginap. Kami memesan satu kamar di hotel Archie 2, lokasinya berada di dekat Landmark Ternate. Saat itu tarifnya Rp.300.000/hari. Karena berdua, Kami berbagi ongkos sewa Rp.150.000/orang.  

Mayoritas penduduk Ternate beragama Islam, hal itu tidak terlepas dari sejarah Kesultanan Ternate yang merupakan kerajaan Islam. Wilayah ini juga sempat dikuasai Portugis dan Belanda pada zaman penjajahan, sumber daya alam rempah-rempah membuat penjajah tertarik menguasainya. 

Ada cerita menarik saat perjalanan kembali ke Jakarta, Penulis sudah tiba di Makassar dan seharusnya berangkat ke Jakarta sore itu juga. Namun karena alasan operasional tiket Penulis harus dibatalkan oleh pihak maskapai. Jadinya Penulis harus menginap satu malam di Makassar dan berangkat ke Jakarta keesokan harinya. Ini adalah risiko dan harus siap menghadapi situasi yang tidak terduga :).

 

You May Also Like

0 komentar