Membahas Kualitas Udara yang Kian Buruk

by - 8/12/2023 12:30:00 PM

1. Prolog, Sumber Polusi

Sejak Bulan Mei saya sudah mengeluhkan kondisi kualitas udara di Ibu Kota. Kondisi yang semakin memburuk bisa mengancam masyarakat yang mostly beraktivitas di luar ruangan. Dampaknya bagi kesehatan bisa menimbulkan penyakit pernafasan, iritasi mata, batuk, dan gangguan fungsi paru. Kegelisahan dan keresahan atas buruknya kualitas udara di Jakarta membuat saya tertarik untuk membahas ini.  

Polusi kendaraan menjadi sorotan utama sebagai penyebab udara buruk di beberapa tahun terakhir. Sumber polusi tidak hanya dari sektor transportasi saja kawan. Faktanya adalah Jakarta dikepung 16 PLTU Batu bara yang berada di provinsi Banten dan Jawa Barat. Belum lagi ditambah pabrik-pabrik yang mengeluarkan emisi karbon. 

Penyebab lain terkait cuaca, untuk bagian ini saya harus bilang "berhentilah menyalahkan kemarau dan arah angin yang membawa polusi tersebut ke Ibu Kota". Mudah sekali menyerahkan penyebabnya kepada kuasa tuhan padahal kita sendirilah sebagai aktor utama.

Keberadaan dan tingkat okupansi transportasi publik perlu menjadi perhatian serius.  Masyarakat yang notabene merupakan penglaju dari daerah satelit Jakarta begitu bergantung dengan transportasi publik untuk mobilitas. Namun sayangnya jumlah kapasitas KRL, TJ, dan sarana pengangkut publik lainnya  masih terbatas. Desak-desakan masih menjadi permasalahan, over capacity. Jadi banyak warga lebih memilih kendaraan pribadi sebagai solusi.

2. what is net zero?

Apa itu net zero? honestly saya juga masih terlalu awam untuk menjelaskannya. namun dengan keterbatasan ini bukan berarti saya memilih diam untuk bersuara. Saya akan mencoba menjelaskannya sedimikian rupa, menggunakan kalimat sesederhana mungkin.

Indonesia mempunyai komitmen mencapai net zero emission maksimal pada tahun 2060. Saya berharap realisasinya jauh lebih cepat.  Net Zero Emission berarti kondisi yang berimbang antara karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap bumi. Sumber karbon itu dari mana saja? dari aktivitas industri dan transprotasi. Lantas apa yang bisa dilakukan? mengurangi pengeluaran karbon dengan menggunakan energi terbarukan dan menggunakan transportasi massal dalam mobilitas. 

Lalu perbanyak ketersedian sumber penyerap alami karbon seperti hutan dan mangrove. Sialnya angka deforestasi Indonesia masih tinggi. Global Forest Watch menyatakan Indonesia kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2020. Salah satu negara yang kehilangan tutupan hutan tertinggi di Dunia. 

Memang angka Deforestasi Indonesia tahun 2021-2022 menunjukan penurunan dibanding data historis tahun sebelumnya. Namun yang perlu digarisbawahi angka tersebut tetaplah tinggi kawan. 104 ribu ha !.
 
Kampanye terhadap keberlangsungan iklim masih minim dilakukan. Meski NGO dan aktivis iklim sudah maskimal menyuarakannya, tetap saja perlu skala yang lebih besar. Peran pemerintah dirasa perlu untuk menggalakkan kampanye ini.  Tentu kita masih ingat bagaimana seriusnya pemerintah menghimbau penggunaan masker dan kampanye new normal di masa pandemi, disiarkan di banyak media cetak dan elektronik. Namun mengapa tidak melakukan hal serupa terkait keberlangsungan iklim dan udara yang sehat? bukankah ini sama-sama mengancam jutaan nyawa dan kesehatan masyarakat.
 
Saya rasa tidak berlebihan jika saya mengatakan saat ini kita memasuki fase krisis iklim. Sepuluh tahun yang lalu kita masih bisa berdiam di dalam ruangan tanpa pendingin udara, saat ini? mati listrik sejam saja sudah mengeluh kegerahan. Sepuluh tahun yang lalu kita merasakan udara bersih ketika beraktivitas di luar ruangan. Namun kondisi sekarang sudah mengkhawatirkan kawan. Solusinya apa? memindahkan suatu bencana ke tempat lain? berpindah ke kawasan yang masih asri untuk kemudian dirampas lagi? 

Kebijakan pemerintah sudah tepat untuk memutuskan PLTU Batubara pensiun dini dan pelarangan pembangunan PLTU baru seperti yang tertuang dalam Perpres No. 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Namun sayangnya sebelum Perpres itu ditetapkan sudah ada PLTU baru yang beroperasi. Salah satunya PLTU Batang yang banyak diprotes.

3. Perdagangan karbon

Mengapa saya tertarik membahasnya sampai ke perdagangan karbon? karena ini merupakan alat untuk menekan emisi karbon. Barang apa lagi ini? karbon diperjualbelikan? Perdagangan karbon ini sudah mulai diperkenalkan di dunia semenjak Perjanjian Kyoto. Perdagangan karbon merupakan salah satu upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Penjelasan sederhananya perusahaan punya batas pengeluaran karbon, jika melebihi maka perusahaan tersebut akan mendapatkan pinalti. Perusahaan harus menebus kelebihan dari produksi karbon yang mereka keluarkan.

Keberadaan bursa karbon di Indonesia menjadi angin segar untuk keberlanjutan iklim dan perbaikan kualitas udara. Dasar hukum perdagangan karbon yaitu Perpres nomor 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon dan peraturan turunan Menteri LHK nomor 21 tahun 2022. Sementara perdagangan karbon di Indonesia direncanakan jalan september 2023. 

4. Pajak Karbon

Ketika hadir dalam konferensi iklim yang diadakan oleh FPCI bulan lalu. Ada sebuah tulisan tangan di papan aspirasi yang menarik perhatian saya. Menanyakan progres Carbon Tax. Pemberlakuan pajak karbon ini dianggap sebagai instrumen penting dalam mitigas emisi karbon di Indonesia.

Pajak Karbon sudah mempunyai payung hukum yaitu UU harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara pelaksanakaan Hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Berdasarkan PP 50 Tahun 2022,  Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negarif bagi lingkungan hidup.  Pajak karbon dilunasi dengan cara dibayar sendiri atau dipungut oleh pemungut pajak karbon. Wajib pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak karbon.

Penerapan carbon tax Indonesia ini sangat rumit. Saya dapat maklum mengapa penerapaannya masih ditunda. Mekanisme pasarnya saja masih baru akan dijalankan september 2023.  Perdagangan karbon ini rumit tidak seperti perdagangan baju atau barang yang nyata bentuknya di pasar. Sederhananya seperti ini, saat membeli baju kita tau barangnya, pembelinya, dan penjualnya jelas. Lokasi transaksinya bisa langsung atau secara online melaui online shop.  Lalu bagaimana kalu perdagangan karbon? Penghitungan karbonnya, limitnya, pemungutnya, dan pasarnya saja masih dalam tahap awal. Membaca dan memahaminya saja sudah njelimet , apalagi implementasinya.

5. Apa cara sederhana yang dapat kita lakukan untuk perbaikan kualitas udara?

Jika di poin sebelumnya saya mengulas apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan pemerintah, selanjutnya saya akan mengulas langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk perbaikan kualitas udara. Pertama jelas, mengurangi mobilitas dengan kendaraan pribadi. Upayakan menggunakan transportasi publik jika berpergian. Meski belum sempurna, Transportasi publik di Ibu Kota sudah banyak yang terintegrasi. Seperti jaklingko yang terhubung dengan halte bus transjakarta dan stasiun krl. 

Langkah kedua, menghitung jejak karbon yang kita keluarkan. Ini kedengarannya sepele tapi bukankah hal-hal besar akan bisa diraih dari hal-hal kecil yang kita lakukan?. Cobalah searching di mesin pencari dengan keyword menghitung jejak karbon pribadi. Lalu lakukanlah penghitungan pemakaian kendaraan dan peralatan rumah tangga sehari-hari. Oh ya jangan lupakan bahwa emisi karbon juga berasal dari pesawat yang kita gunakan. Jika kalian melakukan penghitungan jejak karbon dan hasilnya tinggi, mulailah kurangi penggunaannya.

Cara ketiga, tebus pengeluaran karbon pribadi kita dengan melakukan penanaman pohon dan mangrove. Seperti yang saya ulas di awal. Hutan dan Mangrove sangat berperan dalam penyerapan emisi karbon di bumi. 

Cara keempat, turut andil dalam mengkampanyekan dampak krisis iklim. Karena apa yang kita lakukan hari ini berdampak terhadap keberlangsungan hidup generasi masa depan. Anak cucu kitalah yang akan menanggung dampak krisis iklim. Kenaikan suhu rerata bumi, udara yang kian buruk, hingga bencana alam menjadi momok menakutkan di masa depan. 

*Tulisan ini terbuka untuk kritik, tambahan penjelasan, dan saran.

You May Also Like

0 komentar