Melihat Batu Malin Kundang dan Jembatan Siti Nurbaya

by - 4/26/2020 02:13:00 PM

batu malin kundang
Sobat mungkin sudah tau mengenai Legenda Malin Kundang yang durhaka terhadap ibu kandungnya sendiri, lalu cerita Siti Nurbaya yang menceritakan tentang kasih tak sampai karena perjodohan. Dua cerita yang sudah tersohor ini berasal dari Padang, lokasinya juga berdekatan. Penulis berkesempatan untuk melihat tempat yang berkaitan dengan cerita tersebut.

Karena tidak ingin repot-repot mencari sewa motor, penulis pun menggunakan jasa gojek untuk diantar menuju dua tempat tersebut. Penulis mengatur tempat tujuan ke Pantai Air Manis, merupakan tempat keberadaan batu Malin Kundang. Untuk menuju lokasi tujuan penulis melalui Jembatan Siti Nurbaya terlebih dahulu, lokasinya satu arah dengan Pantai Air Manis.

"Pak boleh mampir sebentar, saya mau ngambil beberapa foto di jembatan ini" tawar penulis kepada pengemudi. Syukurlah diizinkan, bahkan penulis diantar ke bawah jembatan untuk melihat pemandangannya dari bawah. Sekalian pengemudi gojeknya mengisi bensin di SPBU.

Jembatan Siti Nurbaya
jembatan siti nurbaya
Jembatan ini diresmikan pada tahun 2002, berdiri diatas Sungai Batang Arau. Tidak jauh dari lokasi jembatan ini terdapat sebuah makam yang konon dipercaya merupakan makam Siti Nurbaya, sehingga nama jembatan ini diambil dari sosok cerita yang terkenal itu.
pemandangan jembatan siti nurbaya
Penulis naik ke atas jembatan dan melihat sebuah landscape yang cukup indah, beberapa bangunan tua, taman, dan kapal kecil yang sedang bersandar terlihat. Lampu-lampu yang terpasang di atas jembatan menjadi salah satu yang ikonik di jembatan ini. Bentuknya sama semua dan berjejer sepanjang sisi jembatan. 
lampu jembatan siti nurbaya
Sedikit bercerita tentang Siti Nurbaya, seorang perempuan yang dijodohkan dengan saudagar tua bernama Datuk Maringgih. Perjodohan ini diakibatkan karena orang tua Siti mempunyai hutang yang menumpuk dengan si Maringgih. Padahal Siti telah mempunyai pujaan hati bernama Syamsul Bahri.

Cinta Siti dan Syamsul tidak bisa bersatu, Syamsul pun tewas dalam sebuah peperangan. Siti pun diceritakan mati bunuh diri. Cerita ini dijuluki "Romeo dan Juliet" dari Padang, cerita kasih tak sampai.

Setelah puas memotret jembatan Siti Nurbaya, penulis kembali ke tempat pengemudi gojek yang menunggu. "Loh nak, sudah puas memotretnya? tidak apa-apa loh jika masih mau motret" Bapaknya baik sekali menawarkan seperti itu, tetapi penulis sungkan untuk berlama-lama karena pengemudi gojeknya juga perlu menarik penumpang lain. 

Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis
batu malin kundang di pantai air manis
"Jangan menolak perintah mamak, mau kau dikutuk jadi batu seperti si Malin Kundang Hah!", siapa yang saat kecil pernah diancam oleh orang tuanya seperti itu? biasanya diucapkan dengan bernada bercanda karena kita menolak memenuhi permintaan orang tua, seperti menolak saat disuruh ke warung :D. Mujarab memang, setelah ucapan itu langsung terbirit birit menuju warung dan mengikuti perintah mamak. 

Setelah tiba di Pantai Air Manis, penulis pun berpisah dengan pengemudi gojek dan memberikan tarif sesuai di aplikasi ditambahkan dengan tips karena rela menunggu penulis di Jembatan Siti Nurbaya. Pantai Air Manis mempunyai hamparan pasir yang cukup luas, tampak beberapa motor ATV sedang parkir di sudut pantai.
pantai air manis padang
Pengunjung tidak terlalu ramai saat itu, karena saat bulan puasa Ramadan. Siapa pula yang mau berpanas-panasan di Pantai saat bulan puasa, penulis saja karena penasaran dan belum pernah ke sini jadinya dipaksakan datang. Penulis lantas mengikuti petunjuk di jalan setapak menuju Batu Malin Kundang, melewati lorong-lorong kecil di antara beberapa warung yang saat itu sedang tutup.

Setelah tiba di lokasi batu, penulis kaget karena batu-batunya dibiarkan saja terbuka tanpa ada pagar dan terkesan tidak begitu diperhatikan. Batu-batunya terlihat sudah mulai terkikis, penulis melihat sebuah batu yang memang terlihat seperti orang yang sedang bersujud.

Batu inilah yang konon dipercaya sebagai jelmaan Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya. Berada di dekat batu bersujud, penulis melihat puing-puing bebatuan yang konon dipercaya sebagai kapal yang digunakan Malin Kundang saat berlabuh.
batu kapal malin kundang
Karena cuaca yang terik dan menyengat, Penulis kembali ke lokasi tempat parkir dan duduk di sebuah kursi kayu panjang. Setelah itu mencoba memesan gojek untuk kembali ke kota, tetapi tidak kunjung dapat pengemudi yang mau menjemput. Mungkin karena lokasinya yang cukup jauh. 

Suasana pantai yang sepi membuat penulis kebingungan bagaimana kembali ke kota, selang beberapa menit penulis kembali mencoba memesan dan alhamdulillah ada yang mau menjemput penulis. Penulis meminta di antar ke Stasiun Kota Padang, di sana terdapat kereta menuju Bandara Int. Minangkabau, tarifnya saat itu masih Rp 10.000.

You May Also Like

0 komentar