Keindahan Alam dan Budaya Tana Toraja

by - 5/09/2020 11:39:00 AM

keindahan desa kete kesu tana toraja

Pada perjalanan kali ini penulis berangkat bersama lima teman yang lainnya, salah satunya adalah Faliq, teman penulis yang sudah sering berangkat bersama. Perjalanan menuju Tana Toraja ditempuh selama tujuh jam perjalanan. Kami berangkat pada pukul 01.30 dini hari dari Bandara Hasanuddin Makasar, menyewa mobil dan seorang sopir yang akan menemani perjalanan ini selama dua hari satu malam.

Sepanjang perjalanan, penulis lebih banyak tertidur dan menempelkan kepala ke kaca jendela, terkadang sesekali berbincang dengan sopir yang asli Makassar. Barulah di saat matahari mulai menapaki langit penulis terbangun, mengamati dengan takjub pemandangan sisi kanan dan kiri  di sisa perjalanan.

Penulis hanya mempunyai waktu dua hari satu malam untuk menjelajah Tana Toraja saat itu, lebih tepatnya saat akhir pekan pada tanggal 13 s.d. 14 April 2019. Dua hari saja? apa tidak terlalu lelah? Memang terasa melelahkan berperjalanan jauh, tetapi bisa diantisipasi dengan istirahat yang cukup saat traveling. Begadang adalah hal yang harus dihindari, sebisa mungkin tidur sebelum jam sepuluh malam, supaya keesokan paginya badan terasa segar dan siap beraktivitas. 

Tempat apa saja yang penulis kunjungi saat itu? berikut ulasannya, selamat menyimak :

Negeri di Atas Awan Lolai To'tombi
negeri di atas awan lolai totombi di tana toraja
"Bang, buka saja jendelanya biar udara sejuknya dapat dirasakan langsung" usul salah satu teman kepada sopir. Setelah dibuka, benar saja udara yang sejuk seketika dapat dirasakan. Suasananya bisa mendamaikan pikiran dan hati. Pemandangannya juga sangat indah, meski kabut menggelayut menutupi perbukitan.
rumah tongkonan di lolai totombi
Mobil pun berhenti, tiba di tempat pertama yang disambangi, yaitu Negeri di Atas Awan Lolai To'tombi. Dari tempat parkiran, penulis masuk dan melihat deretan rumah tongkonan yang berdiri berhadapan. Lalu penulis menuju ke menara pandang untuk melihat perbukitan, namun sayang saat itu masih sangat pagi sehingga kabut masih menggelayut menutupi bukit.

Jika beruntung sobat dapat melihat hamparan samudera awan yang terbentang luas di sini,  namun terkadang harapan tidak sesuai dengan realita. Tempat ini sepertinya bisa dijadikan tempat untuk berkemah, penulis melihat beberapa tenda yang berdiri.

Desa Kete' Kesu

desa kete kesu tana toraja
Di Desa ini terdapat rumah adat Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Tongkonan. Keunikan rumah adat ini adalah bentuk atapnya yang mirip seperti perahu. Rumah-rumah di desa ini saling berhadapan dan berjejer, di tengah-tengahnya terdapat sebuah pelataran yang memisahkan antar kedua sisi.
rumah tongkonan
Hal yang unik lainnya dari rumah adat ini adalah tanduk kerbau yang dipasang dibagian tiang penyanggah depan rumah. Semakin banyak tanduk yang dipajang menandakan semakin tinggi derajat sosial pemilik rumah tersebut di kalangan masyarakat adat.
pemandangan desa kete kesu di tana toraja
Desa ini sering dijadikan sebagai tempat upacara adat yang telah turun temurun dilakukan seperti dalam rangka pernikahan dan kematian warga suku Tana Toraja. Biaya upacaranya cukup mahal, menghabiskan hingga ratusan juta rupiah. 

Di lokasi ini penulis melihat kerbau yang dipelihara oleh masyarakat sekitar, bentuknya cukup besar. Bagi masyarakat suku Tana Toraja, kerbau memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Perkuburan Londa
kerbau albino atau bule di tana toraja
Setelah tiba di parkiran, penulis melihat seekor kerbau yang sedang diikat dengan tali di sebuah pohon. Warna albino yang unik sekali, baru kali ini penulis melihat kerbau seperti ini.

Tempat ini dijadikan pemakaman yang berada di tebing bebatuan dan terdapat gua di dalamnya. Jujur saja, penulis agak merinding masuk ke dalam kawasan ini. Antara takut dan penasaran, baiklah penulis memberanikan diri, tentunya dengan berjalan berdekatan dengan guide dan teman yang lain. 
perkuburan londa di tana toraja
Banyak peti dan tengkorak manusia yang ada di dalam perkuburan ini, bahkan ada kondisi petinya sudah lapuk. Bulu kuduk merinding ketika Penulis berada di dalam gua, tidak berani mengambil banyak foto di lokasi ini. Setelah memotret bagian depan tebing,  kamera tersimpan rapi di dalam tas. 

Saat masuk penulis hanya memperhatikan guide yang membawa kami menjelaskan beberapa hal. Salah satu hal yang penting diingat, Kita tidak boleh sembarangan memegang apalagi memindahkan tengkorak dan peti tersebut.

Patung Yesus Buntu Burake
patung yesus di tana toraja
Lokasi patung ini berada di ketinggian sekitar 1700 mdpl, tinggi badan patungnya mencapai 45 meter. Penduduk daerah Tana Toraja mayoritas beragama Nasrani, namun semua wisatawan dapat bebas masuk ke dalam tempat wisata ini tanpa memandang agama. 
patung yesus buntu burake di tana toraja
Penulis terkagum melihat lanskap alam di tempat ini, Sorot mata penulis tertuju ke arah gugusan pegunungan dan tebing bebatuan yang terlihat indah. Ada sebuah jembatan kaca yang tembus pandang ke arah bawah, jika sobat takut ketinggian jangan mendekat di jembatan ini ya.
bukit di dekat patung yesus tana toraja


bebatuan yang ada di bukit dekat patung yesus tana toraja
Setelah mengunjungi lokasi ini, penulis dkk menuju ke penginapan untuk beristirahat dan makan malam. Oh ya, jika berkunjung ke Tana Toraja jangan lupa untuk menikmati kopi khasnya yang termasyhur kenikmatannya.

Bukit Nona Enrekang
bukit nona enrekang
Hujan membalut daerah Tana Toraja di pagi hari, suhu udara menjadi dingin dan membuat penulis enggan beranjak dari kasur. Tetapi di hari kedua ini penulis harus kembali ke Makassar untuk terbang ke Jakarta pada pukul lima sore.
pemandangan di sekitar bukit nona enrekang
Di tengah perjalanan, penulis diajak singgah oleh sopir di sebuah tempat bernama Bukit Nona Enrekang. Bukit Nona ini secara administratif masuk ke wilayah Kabupaten Enrekang. Lokasinya berada di pinggir jalan raya, jadi tidak terlalu sulit akses mencapai lokasi ini.
keindahan perbukitan di bukit nona enrekang
Setelah tiba Penulis memandang takzim keindahan ciptaan tuhan. Gugusan perbukitan menghampar hijau, awan-awan tumpah menghiasi langit yang biru,  menambah keindahannya. Sungguh, pagi yang sempurna kala itu. Semoga semua titipan Tuhan ini tetap lestari, terjaga dan tidak rusak karena ulah manusia.

Cuaca serasa sejuk sebagaimana mestinya di ketinggian. Ah sayangnya waktu penulis tidak terlalu banyak, harus segera mengakhiri kunjungan ini tanpa meminum segelas kopi pun di lokasi ini. 

Penulis tiba di Makassar sekitar pukul dua siang, sebelum menuju ke bandara penulis menikmati Coto Makassar terlebih dahulu. Penulis pernah memposting tulisan tentang catatan perjalanan satu hari di Kota Makassar, silahkan dibaca jika sobat tertarik.

Besar harapan penulis semoga suatu saat bisa kembali ke Sulawesi. Melanjutkan perjalanan ke Kota lain di Sulawesi seperti Mamuju, Palu, Gorontalo, dan Manado. Semoga suatu saat bisa terwujud.

You May Also Like

0 komentar