• Home
  • Sumatera
    • Aceh
    • Sumatera Utara
    • Sumatera Barat
    • Riau dan Kepri
    • Sumatera Selatan
    • Jambi
    • Bengkulu
    • Bangka Belitung
    • Lampung
  • Jawa
    • DKI Jakarta
    • Banten
    • Jawa Barat
    • Yogyakarta
    • Jawa Tengah
    • Jawa Timur
  • Kalimantan
    • Kalimantan Barat
    • Kalimantan Tengah
    • Kalimantan Utara
    • Kalimantan Timur
  • Sulawesi
    • Sulawesi Selatan
    • Sulawesi Tengah
    • Sulawesi Barat
  • Bali NTB NTT
    • Bali
    • Lombok
    • Sumba
    • Flores
  • Maluku dan Papua
    • Maluku
    • Papua
instagram Email

dodonulis

blog catatan perjalanan

keindahan plawangan sembalun di rinjani

31 Desember 2020. Selamat Pagi Plawangan yang entah kapan akan kutemui lagi. Beningnya Embun yang belum menguap dengan sempurna, masih tersisa di ujung daun. Nun jauh disana terlihat indahnya Danau Segara Anak yang dikelilingi perbukitan hijau. Terima kasih Tuhan atas suguhan keindahannya, semoga selalu terjaga. 

Cerita part sebelumnya dapat dibaca di : Part 1 Keindahan Sunset di Plawangan dan Part 2 Perjuangan Menggapai Puncak Rinjani

Suasana Pagi di Plawangan

Sisa-sisa kelelahan setelah summit di hari sebelumnya masih terasa, seperti sisa embun yang belum menguap sempurna dan masih tersisa di ujung dedaunan. Rencana awal seharusnya Kami menuju Danau Segara Anak. Namun niat itu urung, Trek menuju danau diperkirakan licin karena hujan, risikonya pun besar jika memaksakan di tengah fisik yang masih kelelahan. 

Jika ingin berkunjung ke danau Idealnya pendakian dilaksanakan 4h3m, namun untuk saat ini masih dibatasi 3h2m oleh Pengelola. Kita harus menghormati aturan yang telah dibuat, karena tentunya aturan tersebut sudah dipertimbangkan baik buruknya oleh pengambil keputusan. 

tenda di plawangan sembalun

Meski tidak ke danau, wajah teman-teman yang lain tetap ceria menikmati suasana pagi di Plawangan. Berswa foto dengan latar mengagumkan, lalu menyeruput kopi/teh guna mengurangi rasa dingin di tubuh.

Bisa dibilang ini adalah Quality Time bersama teman-teman peserta Open trip yang lainnya, berkumpul sambil duduk-duduk di dalam tenda atau di sekitar Pelawangan. Karena di dua hari sebelumnya lebih banyak berkutat di jalur pendakian. 

plawangan sembalun

Ketika berada di Plawangan, Jangan pernah meletakkan barang-barang kecil seperti tas dan makanan di sembarang tempat atau tanpa pengawasan kita.  Karena banyak monyet-monyet yang agresif yang bisa dengan cepat mencurinya. Hal itu terjadi di pagi itu, Tas kecil milik seorang pendaki dirampas oleh monyet. Daaaan, jika sudah dirampas maka untuk mengambilnya kembali sangat sulit.

Bang Ayom lagi-lagi dengan kebaikannya memasakkan indomie dan memanaskan sayur rendang sebagai menu sarapan. Sementara teman satu tenda Penulis yang lain (Bang Chan dan Bagus) sedang berjuang summit.

Penulis mulai mengemasi barang-barang ke dalam carrier. Lalu tidak lupa untuk membawa sampah-sampah plastik yang dimasukkan ke dalam trash bag. Sedangkan Bang Ayom tidak ikut berkemas karena menunggu teman-temannya dari Lampung yang sedang summit. 

Perjalanan Turun

perjalanan turun dari rinjani

Tepat jam sembilan pagi, Kami mulai turun dan mengucapkan sampai jumpa lagi kepada Plawangan Sembalun. Perjalanan turun kembali ditemani oleh kabut yang menggelayut. Tujuh bukit penyesalan kembali dilewati namun kali ini terasa lebih ringan karena treknya menurun (yaiyalah namanya juga turun gunung).

Karena kondisi sepatu sudah semakin parah, Penulis menggunakan sandal gunung untuk turun. Penulis tiba di Pos II pada pukul 11.45 WITA. Di pos 2 ini terdapat pangkalan ojek dengan tarif Rp 150.000. Penulis akhirnya tergiur menggunakan jasa ojek, karena sudah tidak sabaran untuk mandi di rumah singgah.

ojek di pos dua di gunung rinjani

Di tengah perjalanan hujan mengguyur dengan derasnya, pilihan yang tepat untuk memakai ojek :D. Pukul 12.22 WITA Penulis tiba di rumah singgah dan segera bergegas untuk mandi (akhirnya setelah dua hari tidak mandi di Gunung).

Malam pergantian tahun baru tidak berbeda seperti malam-malam biasanya, Penulis tertidur lelap setelah mengikuti mini evaluasi bersama panitia dan peserta Open Trip. Ada banyak kekurangan memang, tetapi Penulis bersyukur dipertemukan dengan teman-teman baru yang luar biasa.

Keesokan harinya, kalender sudah berganti tahun menjadi 2021. Kami pun beranjak meninggalkan Sembalun, membawa kenangan dan foto-foto selama pendakian di Gunung Rinjani. Penulis meminta untuk diturunkan di Kota Mataram karena ingin bertemu dengan Bang Bimo, eks teman kantor yang saat ini bertugas di Kota Mataram.

Kelezatan Sate Rembiga 

sate rembiga di mataram lombok
  • "Lo Pernah dengar Sate Rembiga gak?" Tanya Bang Bimo
  • "Wah belum pernah Bang, enak ya?" Penulis menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
  • "Enak, ini wajib banget dicoba kalo di Lombok. Oh iya Gue lupa lo jarang kulineran yak kalo Traveling"
  • "Iya Bang :D" jawab penulis singkat.

Penulis diajak berkeliling Kota Mataram oleh Bang Bimo. Melewati Masjid Islamic Center Mataram yang berwarna dominan kuning dan megah, lalu melewati Mall Epicentrum yang merupakan tempat pool damri menuju bandara.

Tak berselang lama tibalah Kami di tempat makan Sate Rembiga Ibu Hj. Sinnaseh, terletak di Jl. Dr. Wahidin 8 Mataram,  Dari posternya disebutkan yang pertama berdiri sejak tahun 1988. Honestly Penulis tidak bisa menjelaskan cita rasa, testur, dan lain sebagainya karena memang tidak mahir review makanan. Tetapi Penulis akui memang satenya enak banget sih, silahkan coba kalau mau membuktikannya wkwk.

Jika saat berangkat menuju Lombok menggunakan bus dan kapal, maka untuk kepulangan ke Jakarta penulis menggunakan Pesawat pada hari Sabtu tanggal 2 Januari. Harganya Rp 770.000 dengan tujuan Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta. Jauh lebih murah dibandingkan dengan tiket hari minggu/peak season libur akhir tahun yang sudah diatas satu jutaan.

Syarat untuk berpergian dengan pesawat adalah dengan menujukkan surat rapid test antigen yang masih berlaku tiga hari sejak diterbitkan jika tujuannya ke Pulau Jawa. Oleh karena itu Penulis tes dulu di posko yang berada di dekat parkiran bandara. Alhamdulillah negatif (Deg degan nunggu hasilnya). 

Penulis pun masuk ke ruang tunggu bandara dan bertemu dengan beberapa orang yang pernah bertemu saat di Rinjani. Ada yang terpaksa membeli tiket baru karena ketinggalan pesawat hari sebelumnya, ada juga yang baru membeli tiket hari itu juga. Pesawat boarding tepat waktu dan melesat cepat meninggalkan Lombok menuju Jakarta.

tas carrier consina mount baldy
Tas Consina Mount Baldy yang dipakai untuk mendaki

Satu minggu setelah pendakian, Penulis baru mencuci perlengkapan gunung yang dipakai saat di Rinjani. Entah kapan perlengkapan ini digunakan lagi, Penulis masih menyimpan harapan untuk berkunjung ke Ranu Kumbolo di Semeru yang saat ini masih tutup.

Bukan selamat tinggal, Tetapi sampai jumpa lagi karena diriku masih membuka harapan untuk bertemu kembali denganmu Rinjani

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
perjalanan summit di gunung rinjani

Langkah kaki kembali menyisiri jalan yang tadi dilewati. Trek pasir dan bebatuan kerikil yang panjang membuatku beberapa kali berhenti. Sesekali berhenti bukan karena lelah, melainkan memandang penuh takjub  view samudera awan. Pemandangan Gunung Barujari juga sedang terlihat jelas dan terhindar dari kabut.

Perjalanan berjam-jam menuju puncak akhirnya menemui ujungnya. Sejenak tubuh kurus ini direbahkan, lalu mataku melihat ke langitan.  9.31 WITA tiba di Puncak Gunung Rinjani 3726 MDPL. Terima kasih Tuhan.

Beristirahat di Camp Area Plawangan Sembalun

menikmati sunset di tenda
Bang Chan, Bang Ayom, dan pemandangan sunset

29 Desember 2020 Pukul tujuh Malam. Langit perlahan menjadi temaram, euforia melihat pemandangan sunset pun berakhir.  Ada beberapa titik tempat mendirikan tenda di Plawangan Sembalun yang diberi nama Plawangan 1, Plawangan 2, dan Plawangan 3. Tenda rombongan penulis ada di Plawangan 1.

"Satu tenda isinya berempat ya" Perintah Guide ketika proses pembagian tenda untuk para peserta Open Trip. "Bang, Kita masih bertiga nih, gabung ke kita aja" Tawaran Dari Bang Chan, Bang Ayom, dan Bagus kepada penulis yang langsung diiyakan. 

Matras pun digelar sebagai alas, lalu tas carrier disusun rapi di dalam tenda. Setelah itu Nesting atau Peralatan masak dikeluarkan, yang pertama kali dibuat adalah teh dan susu hangat. Makan malam yang dijanjikan masuk ke dalam paket Open Trip tidak kunjung datang. Padahal penulis dan peserta lainnya sudah merasa lapar. Akhirnya untuk mengganjal perut, Penulis memakan roti sobek. Lalu membuat makanan yang cepat matang alias instan (udah tau lah ya apa).

Pukul sembilan malam barulah makan malam dibagikan ke masing-masing peserta di dalam tenda (molor banget), dengan menu ayam dan sosis goreng. Hal lain yang membuat kecewa adalah nasinya masih keras -,- berasa makan nasi setengah matang :(. Setelah selesai makan malam ,  Penulis pun bergegas tidur untuk persiapan Summit dini hari.

Ketika di Persimpangan Jalan 

suasana fajar di plawangan sembalun
suasana fajar di plawangan

30 Desember 2020 , Sekitar pukul 01.30 WITA. Penulis terbangun setelah mendengar langkah-langkah kaki di luar tenda, pendaki lain mulai berangkat untuk summit. Penulis lantas menyiapkan perlengkapan, membawa barang-barang yang dianggap penting saja, seperti Air minum, roti / bekal sarapan, headlamp, dan mantel hujan. Semuanya dimasukkan ke dalam drybag yang berukuran 8 liter.

Selang beberapa menit kemudian, Bagus terbangun dan bersiap-siap juga untuk summit. Sedangkan Bang Chan dan Bang Ayom memutuskan untuk Summit keesokan harinya tanggal 31. Penulis dan Bagus pun keluar tenda, lalu bergabung dengan peserta Open Trip lainnya. 

Rombongan penulis saat itu berjumlah 14 orang yang berangkat summit, diantaranya ada dua orang perempuan. Setelah memanjatkan do'a, Kami pun berjalan beriringan melewati tenda-tenda di Plawangan, Melewati menara pemancar, dan Melewati persimpangan jalan menuju Mata Air.

Trek mulai menanjak dan berpasir, bahkan ada yang diberikan pegangan tali untuk mempermudah pendaki lewat. Satu jam perjalanan, Bagus mulai merasakan gelagat yang tidak biasa. Dirinya merasa mual dan meminta istirahat sebentar. Kami pun harap-harap cemas, Bang Ojan memberikannya air minum hangat dan sebungkus roti untuk mengantisipasi terjadi kram perut.

Perjalanan pun kembali dilanjutkan, tetapi tidak begitu lama Bagus kembali berhenti dan dirinya terlihat begitu lemas. 

  • "Saya masih kuat jalan bang, ini mau istirahat sebentar nanti lanjut lagi" Ujar Bagus. 
  • "Jangan Gus, ini Kita belum nyampe setengahnya. Mending lo balik ke tenda aja" Usul penulis. 
  • "Masih kuat kok bang, yok jalan lagi" Bagus kembali meyakinkan. 
  • "Jangan Maksa Bro !, Lo kan bisa nyoba besok lagi" Penulis kembali memaksa Bagus untuk kembali.

Akhirnya Bagus mengalah. Khawatir kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, penulis pun mengantarnya kembali sampai persimpangan jalur mata air. Setidaknya sudah cukup aman ditinggalkan sendirian karena jalurnya tidak banyak cabang dan landai. Cahaya tenda pun sudah terlihat, Bagus kembali ke tenda sedangkan Penulis berada di persimpangan pilihan antara ikut ke tenda atau kembali berjuang untuk summit.

Cuaca sedang bagus-bagusnya, meskipun terkadang tidak menentu atau cepat berubah. Dari segi fisik masih mumpuni untuk kembali summit. Dengan asumsi perjalanan selama 6 jam menuju puncak, Penulis akan tiba kurang lebih jam 10 pagi jika berangkat sekarang.

Bismillah, semoga diberikan kekuatan untuk melanjutkan perjalanan. Penulis pun kembali naik ke atas sekitar pukul 04.00 WITA, menyisir jalur yang tadi dilewati. Dari bawah terlihat cahaya-cahaya headlamp atau senter pendaki-pendaki yang sedang berjuang mencapai puncak, terlihat seperti titik-titik cahaya di antara gelapnya punggung gunung.

Penulis sudah jauh tertinggal dengan rombongan Open Trip T*ball*w yang tadi berangkat bersama, sangat tidak mungkin tersusul. Tetapi masih ada rombongan pendaki lain jadinya tidak khawatir tersesat. Penulis juga berpapasan dengan Pendaki yang juga turun kembali menuju tenda, mungkin karena alasan yang sama seperti Bagus. 

Melihat Sunrise sebelum Sampai Puncak 

sunrise di gunung rinjani
Sunrise di Gunung Rinjani

Langit mulai cerah membiru, di sebelah timur semburat warna jingga terlihat dengan lautan awan yang menghampar luas. Sepanjang jalur masih tumbuh vetegasi berupa bunga-bunga edelweiss, rerumputan, dan pohon-pohon berukuran pendek.

Sekitar Jam 6.00 WITA, Penulis berjumpa dengan Meita. Salah satu perempuan yang tadi berangkat bersama dari bawah. "Tadi Gue jalan bareng sama yang lain, tapi Gue minta mereka jalan duluan. Karena kalo bareng Gue lama"  Ujar Meita. 

Penulis pernah beberapa kali membaca blog atau mendengar cerita orang, memang kalau Summit tidak harus berjalan menunggu satu sama lain, tergantung porsi kemampuan asalkan masih kuat. Beda cerita dengan Bagus yang memang dari fisik belum siap untuk Summit pada hari ini.

  • "Lo kalau mau duluan, lanjut aja. Gw Lama jalannya" Meita mempersilahkan Penulis untuk duluan. 
  • "Gue udah mulai capek juga Mei, bareng aja kita" Ujar penulis. 

trek summit rinjani
Meita yang paling depan

Jadilah kami berjalan beriringan, sekarang Penulis tidak perlu bingung kalau mau foto-foto selfie, sudah ada Meita :D. Kami sering berhenti untuk memotret keindahan pemandangan yang ada. Meski tidak begitu jelas, bayangan berbentuk seperti Piramid terlihat di tengah-tengah samudera awan.

samudera awan di rinjani
Samudera Awan dan bayangan berbentuk Piramid

Tidak Akan Lupa dengan Keindahan Rinjani

  • P : "Mei, Lo ngajar di SD mana?"  
  • M : "Ehhh tau darimana kalau Gue guru?"
  • P : "Kan pernah cerita pas di Pikup kemarin -,-"
  • M : "Oh hahaha, Gue tuh orangnya Pelupa. Nama orang juga sering lupa, nama murid juga gak ingat satu per satu"
  • P : "Tapi Guru biasanya ingat minimal sama dua orang murid"
  • M: "Iya bener-bener, Nama murid yang paling pinter sama murid yang paling bandel" 
  • P: "Kalau sama Rinjani gak bakal lupa kan?"
  • M: "Bener, keren banget sih view di sini"

Supaya tidak terlalu hening selama perjalanan, penulis mengobrol dengan Meita yang sama-sama pemula di Dunia Pendakian. Tidak lama berselang Kami bertemu dengan Bang Yudha, salah satu teman yang berangkat bersama dengan rombongan pada dini hari.

jalur pendakian summit rinjani
Jalur Letter-E

Sudah pukul delapan Pagi, suhu udara sudah terasa lebih hangat. Penulis akhirnya memutuskan untuk jalan duluan meninggalkan Meita dan Bang Yudha.  Sudah terlihat jalur yang diberi nama Tanjakan Letter-E (jalur berbentuk seperti huruf E). Vegetasi pun sudah tidak ada lagi di sepanjang jalur.

Trek batu-batu kerikil yang berpasir menjadi tantangan selanjutnya, menanjak terus hingga puncak. Penulis ingat dengan perkataan Bang Iyar ketika di bukit penyesalan sehari sebelumnya "Jalur saat summit lebih berat dibanding dengan bukit penyesalan" karena mental benar-benar diuji ketika kaki berjalan dua langkah dipaksa mundur satu langkah.  

Sepatu gunung Penulis pun memperburuk keadaan. Sol depannya rusak , menganga seperti mulut yang sedang memakan pasir dan kerikil. Lelah sekali, entah bagaimana menuliskan rasa lelah yang sangat terasa itu. Mengikis mental, sadis sekali jalurnya. Tetapi Penulis belum sampai pada fase kelelahan akut, masih bisa melanjutkan perjalanan meski sering berhenti.

keindahan gunung barujari
Gunung Barujari

Memotret lanskap mungkin adalah hiburan penulis saat langkah kaki meminta rehat. Gunung Barujari terlihat dengan cukup jelas dan terhindar dari kabut. Beberapa pendaki mulai turun kembali setelah menggapai puncak, menyemangati Penulis "Ayo mas dikit lagi", "Semangat mas", "Bentar lagi nyampe Mas". Penulis tersenyum simpul, menjawab singkat "Iya makasih".

puncak gunung rinjani

Pukul 9.31 WIB, Penulis tiba di Puncak Gunung Rinjani. Penulis merebahkan badan sejenak, menghela nafas panjang akhirnya sampai juga di Puncak Gunung Rinjani. Lalu penulis bergabung dengan pendaki lain yang sedang terlihat bahagia karena sudah di puncak.

puncak gunung rinjani
Akhirnya sampai di Puncak

Di sana sudah banyak para pendaki lain yang sampai duluan, termasuk rombongan Penulis yang tadi berangkat bersama-sama. Puncak Rinjani tidak terlalu luas. Karena terlalu ramai, untuk mendapatkan foto dengan latar Gunung Barujari harus antri ketika di puncak. Penulis juga harus antri untuk berfoto dengan properti papan tulisan Gunung Rinjani beserta keterangan ketinggiannya. Penulis hanya sekitar 30 menit saja berada di puncak, karena panas matahari mulai terik Penulis memilih untuk kembali turun.  

Bertemu dengan keluarga baru

Perjalanan turun menuju Plawangan juga berat, meski tidak seberat ketika akan naik menuju puncak. Beberapa kali Penulis berhenti untuk membersihkan sepatu dari bebatuan kerikil yang masuk. Air minum pun mulai menipis, Penulis mulanya ragu untuk meminta ke teman yang lain. Tetapi karena perjalanan menuju tenda masih lama akhirnya mulut itu berucap juga kepada Bang Amir dkk.

  • "Bang, mohon maaf sebelumnya. Masih banyak persedian air gak? Saya boleh minta kalau masih ada" 
  • "Oh ada-ada" Bang Amir lantas mengeluarkan botol-botol yang ada di dalam tasnya, terlihat sudah ada dua yang kosong tetapi masih ada sisa satu botol ukuran 1.500 ml yang masih terisi penuh.
  • "ini gakpapa saya minta?" Penulis ragu karena air tersebut tentunya untuk persedian mereka berlima. 
  • "Gakpapa, masukin aja ke botolmu. Punya kita cukuplah" Bang Amir meyakinkan.

Penulis mengeluarkan botol air berukuran 600 ml, lalu mengisinya sampai setengah saja. 

  • "Segitu cukup?" Bang Amir bertanya.
  • "Ini udah sangat cukup untuk sampai ke tenda, terima kasih banyak ya bang" Penulis tersenyum sopan.

jalur berpasir dan batu kerikil di rinjani

Ketika turun penulis berpapasan dengan pendaki lain yang masih berjuang untuk sampai di puncak, Termasuk Meita, Bang Yudha, Pak Ipul, dan Ibadi. Luar biasa semangat mereka, tidak menyerah dan terus melangkah.

Setelah melewati jalur Letter-E, Hujan perlahan turun. Dengan cepat mantel pun dikeluarkan dari dalam tas dan segera dipakai. Kali ini langkah kaki agak lebih cepat dan jarang berhenti, karena buru-buru untuk sampai di tenda. Hujan terus turun bahkan ketika Penulis tiba di tenda sekitar pukul dua siang.

Penulis kembali bertemu dengan Bang Chan, Bang Ayom, dan Bagus. Nampak Bagus sudah terlihat sehat kembali, dan bertanya-tanya bagaimana perjalanan menuju puncak tadi. Penulis mengganti pakaian yang sudah lembab dengan pakaian kering, lalu melumuri perut dan leher dengan minyak kayu putih. 

Sungguh penulis sangat berterima kasih kepada teman-teman dari Lampung ini, termasuk Mba Rani dan Catherine. Ternyata mereka sudah menyiapkan makan siang untuk penulis. Lalu Bang Ayom membuatkan teh hangat untuk Penulis yang memang terlihat lemas dan agak menggigil kedinginan. Tidak hanya itu, Bang Ayom dan Bagus dengan baiknya mengkeroki badan penulis.

Waktu bergerak terasa cepat menuju sore hari, Plawangan diselimuti kabut dan bekas air hujan masih tersisa di ujung daun. Sunset yang indah seperti hari sebelumnya terhalang kabut. Kali ini makan malam dibagikan lebih cepat, nasinya juga masak dengan sempurna. Penulis tidur lebih cepat, tidur nyenyak dalam sleeping bag. Baru terbangun sekitar pukul satu dini hari ketika mendengar suara Bang Chan dan Bagus yang sedang bersiap untuk summit.

Percobaan summit kedua bagi Bagus, sepertinya kali ini Dia lebih siap secara fisik. Sedangkan Bang Ayom masih tetap di tenda karena memang dirinya tidak berniat untuk berangkat summit. Penulis salut dengan Abang yang satu ini, "Mengayomi" sesuai dengan nama panggilannya. Abang dengan nama lengkap Al-Muharrom ini sangat baik, memasakkan sarapan dan membuatkan teh hangat disaat Penulis memotret suasana pagi di Plawangan tanggal 31 Desember 2020 

 

memasak nasi di rinjani

Perjalanan berjam-jam yang penuh esensi. Aku melawan sifat ego dan tak acuh, mengikhlaskan waktu yang menguap untuk kembali. Aku berlatih dengan kesabaran, merunduki langkah-langkah kecil yang dilakukan secara terus-menerus. 

Ada benarnya orang-orang yang bilang tentang Gunung yang mengajarkan banyak hal. Sifat pantang menyerah dan sifat saling peduli

"Aku mendaki gunung agar bisa melihat dunia ini terbentang luas, bukan sebaliknya agar orang-orang melihatku" - Quote dari Tere Liye

- Kembali dengan membawa kenangan  - Bersambung...



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
keindahan sunset di plawangan sembalun

Aku larut dalam kegembiraan, Sejenak lupa dengan rasa lelah setelah menempuh perjalanan berjam-jam, lupa bahwa beberapa waktu yang lalu masih tersaruk-saruk karena akar pohon di Bukit Penyesalan, dan lupa dengan hawa dingin yang menusuk dan mengiringi langkah kaki.

Terima Kasih Tuhan, atas kehendak-Mu Aku merasa beruntung diberikan kesabaran dan kekuatan hingga tiba di Plawangan tepat waktu. Aku tersenyum takzim, menyapa langit berwarna jingga yang menyemburat anggun bersama Danau Segara Anak. Senja perlahan menghilang, langit berubah menjadi temaram, tetapi kenangan itu lekat dalam ingatan.

mobil pikup menuju sembalun
naik mobil pikup menuju sembalun

27 Desember 2020. Bus yang membawa Kami dari Jakarta berhenti di sebuah Pasar di Daerah Bayan, Lombok. Setelah itu Kami berganti kendaraan menggunakan mobil pikup untuk menuju Rumah Singgah di Sembalun. Sangat tidak memungkinkan jika bus dipaksa terus melaju hingga Sembalun, karena jalanan kian curam dan berkelok.

rumah singgah di sembalun
rumah singgah di Sembalun

Rumah Singgahnya lumayan besar dengan tiga kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan satu kamar mandi. Namun terasa sempit karena diisi oleh sekitar 30 an orang. Ada dua permasalahan utama di rumah singgah yang dihadapi, mulai dari rebutan / antri menggunakan kamar mandi, lalu colokan yang terbatas meski sudah memakai terminal. Ya harap maklum namanya juga rumah singgah, kalau mau lapang bisa menyewa penginapan atau resort, tentunya harus merogoh kocek lebih mahal.

Ada banyak cara untuk mengatasi itu semua, perkara membersihkan badan bisa menumpang kamar mandi di warung ataupun masjid. Lalu terkait colokan, Penulis tidak ambil pusing karena telah membawa power bank yang sudah terisi penuh. 

H-1 Pendakian (Mengunjungi Bukit Selong)

Senin, 28 Desember 2021. Sembalun cerah sekali pagi itu,  para pendaki lain terlihat sedang bersiap-siap memulai pendakian. Penulis yang simaksi / jadwal mendakinya tanggal 29 hanya mengamati aktivitas di sekitar rumah singgah. 

perkebunan warga di gunung rinjani
perkebunan warga dan view Gunung Rinjani

Lauk gorengan ikan teri, sambal terasi, dan potongan ayam goreng berukuran kecil menjadi menu sarapan pagi itu. Selepas sarapan Penulis jalan-jalan santai menikmati udara pagi, melihat perkebunan warga yang tumbuh subur dengan latar Gunung Rinjani yang gagah. Penulis berjalan menyisiri jalan setapak, sesekali menyapa takzim penduduk lokal yang sedang menyiangi rumput liar.

Untuk mengisi waktu luang, Penulis beserta rombongan yang simaksinya tanggal 29 sepakat bersama-sama menuju Bukit Selong yang masih berada di Daerah Sembalun. Kami menyewa mobil pikup terbuka agar bisa muat banyak orang, Penulis mulai merasakan kenyamanan saat berinteraksi dengan peserta lain, tidak jauh-jauh topik pembahasannya dari kegiatan pendakian.

Perjalanan menuju Bukit Selong akan melalui jalan raya Sembalun-lawang dengan view perbukitan hijau. Lalu kemudian akan memasuki jalan bertanah dan melewati hutan bambu yang rimbun hingga tiba di parkiran di tanah lapang. Setibanya di parkiran, Penulis berjalan kaki menaiki anak tangga menuju atas bukit yang pertama. Lalu terdapat bukit selanjutnya yang lebih tinggi dengan pemandangan yang lebih luas.

bukit selong sembalun


Pemandangan Bukit Pergasingan menjadi panorama yang menakjubkan dengan hamparan perkebunan dibawahnya. Di sisi lain penulis dapat melihat suasana pedesaan yang asri di Sembalun, view rumah-rumah warga yang diselingi beberapa masjid dapat terlihat dari atas bukit.

puskesmas sembalun
Puskesmas Sembalun

Setelah mengunjungi Bukit Selong, Kami menuju Puskesmas Sembalun untuk membuat Surat Keterangan Sehat (SKH) sebagai salah satu syarat mendaki Gunung Rinjani. Setelah selesai membuat SKH, tujuan selanjutnya adalah Bukit Pemedengan. Namun saat tiba di lokasi,  kabut melingkupi kawasan bukit. Jarak pandang menjadi terbatas, view yang diharapkan tidak dapat terlihat.

Masih ada tujuan selanjutnya yaitu Air Terjun Sendang Gile. Namun di tengah perjalanan hujan mengguyur dengan derasnya, membuat Kami kelabakan merentangkan terpal di mobil Pikup agar tidak kebasahan. "Sepertinya harus putar balik, tidak memungkinkan ke air terjun karena treknya pasti licin ke sana" Saran Bang Iyar selaku guide. 

Kami pun kembali ke rumah singgah dengan pakaian yang lembab, lalu bergegas berganti pakaian kering. Malam harinya Penulis memilah kembali barang-barang yang perlu dibawa untuk besok, sembari mengingat mungkin saja ada yang perlu dibeli lagi. Di Sembalun banyak sekali dijumpai warung-warung yang menyediakan perlengkapan dan logistik untuk pendakian.

Hari H Pendakian

titik awal pendakian gunung rinjani via sembalun

Selasa 29 Desember 2020.  Suasana pagi yang cerah, senyum optimis penulis dan peserta lain merekah, menandakan betapa semangatnya kami memulai pendakian. Mobil Pikup yang telah disewa membawa Kami menuju titik awal pendakian di Desa Bawak Nao.  Sebelum memulai pendakian, Kami berkumpul membuat lingkaran. Sebagai orang yang percaya atas kehendak Tuhan, Kami pun berdoa meminta keridhaan dan keselamatan selama pendakian.

Target Kami pada hari itu adalah tiba di Camp Area di Plawangan Sembalun sebelum langit gelap. Ada empat pos yang akan dilalui dengan nama-nama yang berbeda. Pos 1 bernama Pementan, Pos 2 bernama Tangengean, Pos 3 bernama Padabalong, dan Pos 4 bernama Cemara Siu.

Dari titik awal pendakian menuju Pos 2 terdapat alternatif menggunakan ojek dengan biaya Rp 150.000. Di antara rombongan penulis ada dua orang yang awalnya memilih naik ojek, tetapi di pertengahan jalan menuju pos 1 ada beberapa Pendaki yang berubah pikiran menggunakan ojek, karena memang lumayan menghemat waktu dan tenaga. 

Titik Awal Pendakian - Pos 1 Pementan (9.43 WITA- 11.09 WITA)

hutan saat menuju pos satu gunung rinjani

Perjalanan menuju pos satu memakan waktu sekitar satu jam. Penulis melewati perkebunan warga dan melihat sapi-sapi yang sedang merumput. Setelah itu melewati hutan dengan pohon-pohon yang cukup tinggi, larik cahaya menyembul diantara pepohonan yang rimbun. Setelah itu hamparan padang savana yang luas akan terlihat setelah melewati hutan. 

Bang Faisal a.k.a Bang Mawar

"Lo jangan buru-buru, nafas atur sama langkah kaki. Lo bisa kecapekan dan gak kuat di tengah-tengah kalo ngegas di awal" Pesan Bang Faisal a.k.a Bang Mawar kepada Penulis. Pesan yang sangat bermanfaat bagi pendaki pemula seperti penulis, yang terlalu menggebu-gebu sampai di pos 1. 

Benar kata Bang Mawar, Kita akan cepat lelah kalau terlalu menggebu-gebu ingin cepat sampai ke tiap pos. Sebaiknya mengatur nafas dan langkah kaki yang konsisten, diusahakan jangan terlalu sering berhenti. Selang satu jam kemudian, tibalah penulis di shelter pos satu yang dapat digunakan oleh pendaki untuk beristirahat. 


pos satu rinjani via sembalun

Ada banyak cara untuk mengisi tenaga selama pendakian, salah satunya mengemut cemilan madu rasa yang penulis lakukan. Karena baru jam 11, Penulis memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju pos, nanti makan siangnya di sana saja. 

Pos 1 Pementan - Pos 2 Tengengean (11.09 WITA - 11.56)

sabana di gunung rinjani

Hamparan padang sabana menjadi penghias sepanjang jalur menuju Pos 2. Kabut menggelayut membatasi jarak pandang. Salah satu keuntungan mendaki di musim penghujan adalah panas matahari tidak begitu terik. Berbeda rasanya jika mendaki di musim kemarau yang bisa membuat kulit gampang gosong, tubuh juga cepat lelah dan mudah dehidrasi.

Yang perlu diantisipasi ketika mendaki di musim penghujan adalah hujan yang bisa datang kapan saja. Langit yang awalnya cerah bisa dengan cepat berubah menjadi mendung, tak lama kemudian hujan turun namun untungnya tidak berlangsung lama. Jalur menuju pos 2 masih cenderung landai, Penulis tiba di pos 2 yang terdiri dari banyak shelter.

Penanda jarak antar pos

pos dua di gunung rinjani melalui sembalun
Shelter Pos 2

Di dekat pos 2 terdapat mata air, Yazid salah satu teman Penulis sengaja membawa botol kosong dari rumah singgah untuk diisi mata air di pos 2 (trik supaya beban carrier lebih ringan dari titik awal sampai pos 2). Penulis makan siang dan Salat di shelter pos 2 sembari menunggu hujan agak reda.

Pos 2 Tengengean - Pos 3 Padabalong (13.05 WITA - 14.09 WITA)

Bang Mawar, Catherine, dan Bagus

Langkah kaki mulai terasa berat, bukit sabana yang menanjak menjadi pembuka saat menuju pos tiga. Setelah itu jalur pendakian mulai terjal, Penulis melihat terdapat tanda peringatan "STOP" karena ada bekas longsoran Gempa Lombok 2018 yang lalu, jadinya kita harus melewati jalur setapak yang baru (penunjuk arahnya jelas kok).

pos tiga di gunung rinjani via sembalun

Lokasi pos tiga terdapat di bawah lembah dan terdapat jalur aliran sungai yang kering di dekat shelter. Pos tiga diberi nama Padabalong yang artinya "menyiapkan tenaga" karena memang setelah ini jalur yang akan dilewati jauh lebih berat.

Pos 3 Padabalong - Pos 4 Cemara Siu (14.09 WITA - 15.25 WITA)

pohon cemara di rinjani

Sepanjang jalur menuju Pos 4 banyak dijumpai pohon cemara, mungkin itu yang melatarbelakangi pos 4 dinamai Cemara Siu yang artinya Pohon Cemara Seribu (ada banyak). Rombongan yang sedari awal berjalan beriringan perlahan membuat jarak dan membentuk Sub Rombongan. 

Penulis berjalan berdekatan dengan Bang Mawar, Bagus, dan si Kancil. Nama terakhir merupakan julukan yang diberikan oleh Bang Mawar kepada remaja berusia 14 tahun bernama asli Catherine. Langkah kakinya cekatan dan lincah karena tidak membawa tas carrier (dibawakan oleh porter).

pos 4 cemara siu di jalur sembalun gunung rinjani

Nah setelah tiba di Pos 4, baru memasuki ujian terberat sebelum tiba di Plawangan. Apa itu? Para pendaki menyebutnya dengan Tujuh Bukit Penyesalan, yang katanya terkadang membuat orang menyesal telah mendaki Gunung Rinjani. Memang energi banyak terkuras di bukit penyesalan, langkah kaki sering berhenti dan meminta rehat. Nyesal gak mendaki Rinjani? ENGGAK DONG, viewnya bagus banget.

Pos 4 Cemara Siu - Plawangan Sembalun (15.25 WITA - 18.20 WITA)


Mungkin Bukit Pemberi Harapan Palsu  (PHP) bisa dijadikan nama lain selain Bukit Penyesalan. Karena di saat kita telah melalui dan merasa tiba di atas bukit, rupanya ada lagi tanjakan menuju bukit selanjutnya. seakan tidak ada habis-habisnya.

bukit penyesalan di gunung rinjani

"Ini ibaratkan permulaan atau gambaran untuk summit ke puncak besok bang, summit lebih berat jalurnya" Ujar Bang Iyar, Kalimat Guide Kami itu membuat penulis gamang. "Tapi kalo summit kan gak bawa carrier bang, jadinya beban gak seberat sekarang" Lanjutan kalimatnya sedikit membuat lega.

bunga edelweiss di gunung rinjani

plawangan sembalun rinjani

Bunga-bunga Edelweiss mulai terlihat di sepanjang jalur, menandakan ketinggian sudah dua ribu di atas permukaan laut. Kabut perlahan menghilang, sorot mata bisa melihat lebih luas. Penulis melihat jalur yang diberikan tali pegangan di kedua sisi jalur. Lalu Punggungan Plawangan Sembalun mulai terlihat. View punggungan plawangan menggugah semangat untuk ingin cepat sampai. Karena di balik sana ada pemandangan yang mengagumkan.

Penulis tiba di camp area Plawangan Sembalun sekitar jam enam sore, Penulis bergegas meletakkan carrier di dekat tenda yang sudah dipasang oleh porter. Lalu beranjak membawa kamera sambil melihat langit jingga yang menghiasi pemandangan Danau Segara Anak. Penulis memandang takzim, sungguh ini rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama :)

sunset di plawangan sembalun gunung rinjani

 - Sunset di Rinjani 29 Desember 2020





Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
perjalanan dari jakarta menuju lombok dengan bus dan kapal

2020 telah dilalui, tahun yang sangat istimewa karena Kita dihadapkan dengan wabah yang entah kapan berakhir.  Di penghujung tahun 2020, Penulis mengucap syukur karena berhasil menggapai Puncak Rinjani, yang sudah lama diidam-idamkan untuk didatangi. Lebih spesial lagi saat berangkat menuju Lombok dilakukan dengan berperjalanan sekitar 1.300 KM dari Jakarta menuju Lombok menggunakan Bus dan Kapal.

Menggunakan Jasa Open Trip

mencari open trip rinjani

Pada Bulan November (satu bulan sebelum keberangkatan), Penulis mencari informasi penyedia jasa open trip ke Rinjani melalui Instagram. Ada banyak penyedia jasa Open Trip menuju Rinjani, Namun pilihan jatuh kepada T*ipball*w. 

Mengapa memilih ikut Open Trip? Alasan Penulis adalah :

  1. Tidak ada teman untuk berpergian (teman dekat balik kampung dan sudah pernah mendaki rinjani);
  2. Tidak ingin repot-repot menyusun Itinerary, mencari tiket, mengurus Simaksi;
  3. Ingin bertemu dan kenal dengan orang-orang baru;
  4. Karena biayanya lumayan murah.

Empat alasan itulah yang melatarbelakangi Penulis memilih ikut Open Trip. Harga yang dikeluarkan yaitu Rp 1.800.000 dengan transportasi menggunakan bus dari Jakarta Menuju Lombok Pulang Pergi (PP). Harga tersebut sudah termasuk biaya untuk mendaki Rinjani (Simaksi, makan 4 kali selama pendakian, jasa porter dan guide tim).

Jika sobat ingin mencari informasi open trip Gunung Rinjani silahkan cari saja dengan hastag #opentriprinjani. Ada banyak penyedia jasa open trip dengan budget yang relatif sama sesuai dengan Meeting Point masing-masing (paling beda seratus dua ratus ribu) Penulis tidak berani merekomendasikan Penyedia jasa mana yang paling bagus (karena khawatir jika tidak sesuai harapan kalian wkwk).

Keberangkatan 24 Desember 2020 (Meeting Point Stasiun Kota)

bus yang digunakan dari jakarta ke lombok

Jam 21.00 WIB, Penulis hadir tepat waktu bahkan sudah tiba satu jam sebelum jadwal yang telah disepakati. Kenalan adalah hal wajib yang mesti dilakukan ketika daftar Open Trip sendirian seperti Penulis.  Bang Chan, Bang Ayom, Bagus, Mba Dinar, dan Catherine adalah lima orang pertama yang penulis kenal dalam trip ini. Mereka berlima datang dari Kota Bandar Lampung, sama-sama dari Sumatera nih jadinya banyak bahan obrolan.

"Gak enaknya datang tepat waktu itu saat menunggu orang lain yang datangnya telat" 

Jam sepuluh malam, sudah banyak peserta yang sudah hadir di area Stasiun Kota. Tiga bus sudah terparkir rapi, akan tetapi entah kenapa belum juga ada tanda-tanda keberangkatan. Besar kemungkinan menunggu peserta lain yang masih belum hadir (bukannya Suudzon ya tapi kayaknya itu alasannya wkwk). 

Tiga Bus? iya T I G A , info dari panitia ada kurang lebih 100 an peserta yang ikut open trip ini (Penulis lupa persisnya berapa orang). Ada beberapa peserta yang meeting pointnya tidak dari Jakarta seperti Cikarang, Pekalongan, dan Surabaya. Jadi nantinya bus akan beberapa kali berhenti untuk menjemput peserta dari daerah sana. 

Beruntung saat itu penulis berada di dalam bus yang isinya ada yang meeting point di Surabaya. Beberapa kursi kosong dapat dimanfaatkan untuk duduk selonjoran (lumayanlah ya sampai Surabaya Selonjoran wkwk).  Jam sebelas malam, bus pun melaju menuju Lombok, yok kita let's gooo. 

Beberapa titik pemberhentian

Tanggal 25 Desember 2020 Pukul 5.30 WIB, bus pun berhenti di sebuah rest area sekitaran Tol Kanci Palimanan. Para peserta memanfaatkannya untuk Salat Shubuh, Sarapan, Membeli makanan ringan, dan setoran kecil atau besar (Buang Air).

gunung ciremai difoto dari jalan tol

Berperjalanan jauh seperti ini harus dinikmati, bukan untuk dikeluh kesahkan.  Menggunakan bus pun dipilih bukan karena terpaksa, melainkan keinginan sendiri. Bagaimana cara menikmati perjalanan ini? Dengan melihat pemandangan selama perjalanan yang sangat indah seperti view Gunung Ciremai dan persawahan.

Pukul 08.16 bus pun kembali berhenti di exit Tol Pekalongan untuk menjemput peserta yang meeting pointnya dari Daerah ini (mulai berkurang nih tempat duduk yang kosong wkwk). Bus pun kembali melaju hingga tiba di Rumah Makan Kurnia Jawa Timur di Ngawi pada pukul satu siang. 

Jika mengacu pada Itinerary dari panitia, Bus akan tiba di Surabaya jam satu siang. Tetapi namanya juga perjalanan jauh yang tidak bisa ditebak dan tidak selalu semulus rencana, bus pun baru tiba di Surabaya jam tiga sore. Akhirnya kursi-kursi bus pun terisi dan penulis sudah tidak bisa selonjoran lagi hahaha.

Bus pun kembali berhenti di Rumah Makan New Rahayu di Probolinggo pada pukul tujuh malam. Semangkuk Nasi Rawon dimakan dengan lahap. Setelah selesai makan malam, bus pun melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi.

Perjalanan Laut dari Banyuwangi ke Lombok

Penulis baru menyeberang dari Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi menuju Pelabuhan Lembar di  Lombok pada keesokan harinya pada pukul enam sore tanggal 26 Desember 2020 (menyesuaikan dengan jadwal kapal). Sebelum naik ke kapal disarankan untuk makan dulu atau beli nasi bungkus dari luar (taulah ya alasannya kenapa). 

ruang tidur kapal dharma ferry viii

Nama kapalnya yaitu Dharma Ferry VIII yang mempunyai fasilitas ruang tidur, ruang duduk penumpang, dan fasilitas toilet yang bersih. Karena ruang tidurnya terbatas jadinya harus cepet-cepetan/rebutan kalau mau dapat tempat, colokan untuk mengecas hp pun terbatas jadi harus sabar menunggu (ya namanya juga di kapal). 

ruang duduk kapal dharma ferry viii

Perjalanan menuju Pelabuhan Lembar kurang lebih 11 sampai 12 jam. Penulis sebelumnya belum pernah naik kapal selama ini, paling hanya tiga jam seperti Merak ke Bakauheni. Selepas waktu isya, terdapat live music yang terdapat di ruang duduk penumpang. Terdapat pula TV yang digunakan untuk memutar film Indonesia, salah satu film yang diputar adalah 5 CM (tentang pendakian Gunung Semeru). 

geladak kapal

Pukul lima pagi di kala langit berwarna gelap berganti menjadi kebiruan. Penulis bersama penumpang lain menikmati suasana pagi di Geladak Kapal. Sejuknya angin yang menerpa wajah, Hamparan laut yang membiru dengan latar perbukitan di kejauhan. 

pemandangan saat di laut menuju lombok

 
matahari terbit ketika di kapal menuju lombok

"Kita sedang di perairan antara Lombok dan Bali, biasanya ada kawanan dolphin terlihat di sekitar sini" ujar salah satu penumpang. Dan benar saja, terlihat beberapa lumba-lumba melompat keluar dari air. Tidak hanya itu saja, panorama matahari terbit terlihat indah dengan warna jingga di sebelah timur. 

pelabuhan lembar lombok

Pada pukul Delapan pagi tanggal 27 Desember 2020, kapal pun tiba di Pelabuhan Lembar. Karena proses keluarnya bus dari kapal agak lama, Kami pun keluar dengan berjalan kaki menuju area Pelabuhan Lembar. 

Ada banyak petugas kepolisian yang berjaga atau bertugas dalam rangka pengamanan libur akhir tahun. Selagi menunggu bus keluar dari kapal, penulis membeli nasi bungkus untuk sarapan. Untuk menuju Sembalun, Bus menggunakan jalur memutar melewati kawasan Senggigi. 

Memang lebih lama dibanding jika lewat jalur tengah, tetapi rute melalui Senggigi lebih memungkinkan untuk dilewati oleh bus (kalau lewat jalur tengah/Praya busnya gak kuat nanjak :). Pemandangan kawasan Senggigi menjadi pengobat rasa lelah kami setelah melalui perjalanan panjang, mengagumkan sekali.

Perjalanan di Lombok baru saja dimulai. Rinjani Kami dataaaaang :)






Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Official Logo

Official Logo
Pada tanggal 8 Oktober 2022, blog ini mempunyai logo resmi untuk pertama kali. Sudah lama saya berkeinginan untuk membuat logo sebagai identitas blog, terima kasih kepada seseorang yang telah membantu mengkreasikan logo yang luar biasa ini. Logo ini sebagai bentuk semangat untuk terus konsisten dalam membagikan hal-hal yang bermanfaat. Dalam perjalanannya, saya mendapatkan banyak ucapan dan respon yang baik dari para pembaca. Terima kasih atas energi positifnya :)

Popular Posts

  • Transportasi Umum dari Pangkalpinang ke Sungailiat
  • Review Open Trip Overland Sumba Bersama Indonesia Juara
  • Naik Kapal Dari Muntok ke Tanjung Api-Api Membawa Mobil Pribadi
  • Perjalanan ke Banda Neira Dengan Pesawat Sam Air
  • Kolam Renang Bojana Tirta, Murah dan Nyaman

Tentang Penulis

Halo para pembaca, penulis adalah seorang pemuda kelahiran tahun ’97. isi blog ini seputar cerita dan catatan penulis ketika berkunjung di beberapa provinsi di Indonesia, tujuan membuat blog ini supaya dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama yang mempunyai hobi traveling. penulis dapat dihubungi dengan berkirim email ke dodonulis1@gmail.com

Mencoba Bertahan - G.A.V.K - Song - 2022

Mencoba Bertahan - G.A.V.K - Song - 2022

recent posts

    Pages

    • Privacy Policy
    • About Me
    • Disclaimer
    • Contact

    BloggerHub

    BloggerHub Indonesia

    Created with by ThemeXpose