• Home
  • Sumatera
    • Aceh
    • Sumatera Utara
    • Sumatera Barat
    • Riau dan Kepri
    • Sumatera Selatan
    • Jambi
    • Bengkulu
    • Bangka Belitung
    • Lampung
  • Jawa
    • DKI Jakarta
    • Banten
    • Jawa Barat
    • Yogyakarta
    • Jawa Tengah
    • Jawa Timur
  • Kalimantan
    • Kalimantan Barat
    • Kalimantan Tengah
    • Kalimantan Utara
    • Kalimantan Timur
  • Sulawesi
    • Sulawesi Selatan
    • Sulawesi Tengah
    • Sulawesi Barat
  • Bali NTB NTT
    • Bali
    • Lombok
    • Sumba
    • Flores
  • Maluku dan Papua
    • Maluku
    • Papua
instagram Email

dodonulis

blog catatan perjalanan

buku hujan bulan juni sapardi

Memasukkan buku ke dalam ransel ketika traveling adalah hal yang wajib bagi Penulis. Alasannya selama berperjalanan jauh pasti menemui banyak waktu luang yang kadang membuat bingung hendak melakukan apa. Misalnya saat menunggu waktu boarding yang lama, jika terjadi delay karena faktor cuaca, mesin pesawat yang bermasalah, atau mungkin kendala operasional yang membuat kening mengkerut. Di saat momen menunggu seperti itu, rasa-rasanya sayang saja jika hanya memainkan gawai.

Di dalam pesawat, buku menjadi hiburan jika tidak ada teman bicara. Jarang sekali Penulis mengobrol dengan penumpang yang duduk di samping penulis. Hanya memperhatikan wajahnya sekilas, yang penting menunjukkan gestur senyum ketika sedang bertatap muka. Padahal mungkin saja tanpa disadari penumpang di samping merupakan author buku yang sedang dibaca, meski peluangnya sangat kecil.

Ada kalanya buku yang tersimpan di dalam tas tidak dibaca sama sekali, ini sering terjadi ketika berangkat berombongan. Tentu kita akan menjadi perhatian ketika semua asik berbaur dan mengobrol satu sama lain sementara kita asik sendiri membaca. 

Saat traveling ke Baduy Dalam pada juni yang lalu, penulis sudah memasukkan buku Filosofi Teras ke dalam tas ransel. Namun sama sekali tidak dibaca. Selama perjalanan kereta dari Tanah Abang ke Rangkasbitung Penulis justru tertidur (semalamnya tidur larut malam), kebetulan saat itu penumpang sedang sepi. Mana sempat membaca buku setelah itu,  treking berjam-jam pada siang hari lalu pada malam harinya kampung Baduy gelap gulita tanpa listrik. Jadilah buku itu hanya menjadi pemberat tas, meskipun tidak berat-berat amat sih, treknya saja yang berat naik turun bukit.

Sang Alkemis, Paulo Coelho

Adapun buku terakhir yang Penulis baca ketika traveling adalah Sang Alkemis yang ditulis oleh Paulo Coelho. Bisa dikatakan buku ini wajib masuk ke list rekomendasi jika kalian hobi traveling. Penulis tidak punya buku fisiknya, melainkan membaca dengan cara meminjam buku digital/e-book di i-pusnas. Sobat pembaca masih asing dengan i-pusnas?

iPusnas merupakan aplikasi perpustakan digital yang menyediakan ribuan koleksi e-book secara gratis. Kita hanya perlu mendaftar saja, memasukan e-mail dan mengisi data diri. Selanjutnya tinggal cari buku yang kita inginkan, e-book ini tidak bisa kita download dan simpan di dalam memori handphone. Jadi kita hanya bisa membaca melalui aplikasinya saja guna menghindari pembajakan. Screenshoot tampilan isi buku tidak bisa, sepertinya aplikasi ini dirancang dengan keamanan khusus.

Masa peminjaman bukunya selama seminggu, jadi setelah lewat tenggang waktunya maka e-booknya secara otomatis hilang dari daftar buku yang kita pinjam. Terus kalau belum selesai baca gimana? ya tinggal pinjam ulang :) Sama seperti perpustakaan fisik pada umumnya, buku-buku di i-pusnas juga terbatas jumlahnya. Kadang untuk buku yang populer sering habis dipinjam dan harus mengantri untuk membacanya. 

Eh, lagi-lagi bahasannya melebar dari topik utama, moga-moga info mengenasi i-pusnas bermanfaat ya :).

Selama Road trip Makassar-Palu, Penulis menamatkan membaca Buku Sang Alkemis. Membuat perjalanan Penulis tidak membosankan meski traveling sendirian. Belasan jam di bis Penulis lebih banyak tertidur, namun diselipi dengan membaca cerita seru tentang anak gembala bernama Santiago yang berasal dari Spanyol dan hendak menuju Mesir. 

Selama perjalanan Santiago selalu menemui "pertanda" yang seolah menuntunya untuk terus melangkah maju, meski tempat-tempat yang ia singgahi membuatnya ingin menetap dan beberapa kali mendapatkan masalah-masalah hebat. Ada banyak pesan dan nasihat kehidupan yang dapat diambil dari perjalanan Santiago. 

Tak bisa dipungkiri, ada buku yang ketika kita buka sampulnya dan mulai membaca lembar per lembar namun tidak sampai di halaman terakhir. Alasannya mungkin karena tidak sanggup karena bahasannya "berat", bisa jadi karena sudah tidak mood lagi untuk membacanya. Untuk buku Sang Akemis ini membuat Penulis penasaran mengenai apa yang akan dijumpai oleh Santiago di tempat persinggahan selanjutnya. Penulis memberikan rating bintang lima di goodreads untuk buku ini, sangat direkomendasikan untuk menemani selama traveling.

Selasa Bersama Morrie, Mitch Albom

Beberapa buku karya Mitch Albom telah Penulis baca, salah satu Penulis yang diidolakan. Selasa Bersama Morrie adalah favorit Penulis selain Meniti Bianglala, Sang Penjaga Waktu, dan Satu Hari Bersamamu. Buku-bukunya tidak terlalu tebal, kisaran 200 an halaman.

Dari buku Selasa Bersama Morrie, Penulis banyak mendapatkan pesan sederhana yang kadang luput dalam renungan. Memahami perspektif esensi menjalani kehidupan, karena suatu saat akan bertemu dengan takdir yang tak terelak. Hidup bukanlah hanya menyoal materi semata, tidak sebatas bergegas menuju pencapaian.

Penulis menyelesaikan membaca buku Selasa Bersama Morrie selama perjalanan sendirian ke Bandung pada Maret yang lalu. Mencicil halaman per halaman di kereta, di penginapan, dan saat berhenti makan siang. Bintang lima di goodreads untuk buku ini, masuk dalam rekomendasi untuk dibaca saat sengang.

Saat membaca sebuah buku khusunya non fiksi, kadang kita membayangkan bentuk visual cerita yang sedang kita baca. Latar tempat salah satu yang menarik perhatian, membuat pembacanya ingin datang langsung ke lokasi yang diceritakan. Bisa juga melihat secara virtual melalui google maps, apalagi saat ini sudah sangat canggih bisa melalui google street view.

Penulis teringat dengan novel Partikel karya Dee Lestari yang salah satu setting tempatnya ada di Taman Nasional Tanjung Puting. Dee secara detail menceritakan tentang aktivitas keseharian di sana, Penulis kagum dengan cara Beliau mendeskripsikan keindahan alam Tanjung Puting melalui rangkaian kalimat yang menarik.

Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah juga novel yang sangat khas dan lekat dengan latar tempat cerita. Menceritakan kehidupan seorang pengemudi sepit di Sungai Kapuas bernama Borno. Hampir keseluruhan isi buku bersetting tempat di tepi Sungai Kapuas, jadi kalau ingat judul buku ini pasti langsung teringat dengan Sungai Kapuas dan sepit di Pontianak, selain Borno dan Mei yang merupakan tokoh utama tentunya. 

Membawa buku sangat bermanfaat selama berperjalanan jauh. Menghilangkan bosan selama berjam-jam di bis, meredakan sebal karena menunggu lama, dan supaya tidak merasa kesepian di meja makan (di saat meja sebelah penuh canda dan tawa oleh orang2 yang sedang asik nongkrong).

Sementara itu dulu buku-buku yang pernah menemani Penulis selama traveling, mungkin saja bisa dijadikan referensi bacaan di waktu luang. Hanya dua yang penulis jelaskan dengan sub judul, tetapi ada banyak yang penulis sebutkan dan jelaskan singkat di beberapa paragraf. Ya kebanyakan buku non fiksi ya :D. Semoga bermanfaat :).

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
surat pin google adsense

Ini bukan postingan perpisahan ya, atau postingan tutup akun blog kayak yang biasa orang lakuin di youtube (pamit dari youtube). Kali ini gue bakal gunain gaya bahasa "gue-lo" dan kebanyakan non baku. Sudah 1,5 tahun ini gue mulai aktif ngeblog, hampir 100 artikel sudah terbit di web ini. 

Awal mula gue membuat blog ini atas saran dari keluarga dan temen-temen terdekat yang mendorong gue untuk membuat karya, gak cuman posting atau pamer foto di sosmed doang. Harus punya buah hasil perjalanan yang udah gue lakuin selama ini. Honestly gue posting foto bukan buat pamer sih :D, itulah kenapa gue jarang upload foto yang ada muka gue nya.

Banyak temen-temen dan keluarga yang nyaranin bikin buku, youtube, dan blog.  Dari tiga saran itu, ada yang belum gue lakuin, ada yang dalam proses dan ada yang sudah jadi. Salah satu yang udah jadi ya blog ini,  Maret 2020 blog ini lahir dan resmi masuk dalam persaingan page one di mesin pencari google . Apa sih maksudnya? gini, kita bahas satu tema misal solo traveling ke wae rebo. Nah pas orang2 ngetik di google dengan keyword itu muncul banyak web yang membahas tema itu, nah intinya gimana caranya web kita bersaing dan muncul di posisi paling atas. Kecenderungan pengguna google bakal milih web yang paling atas kan? itu istilah kerennya SEO (search engine optimazitaion) panjang deh penjelasannya, gue juga belum ngerti2 banget.

Modal kepenulisan gue dapet dari beberapa seminar dan baca buku. Tekat menulis di blog semakin bulat setelah gue ikut pelatihan jurnalistik dari kantor pada bulan februari 2020. Gue mau curhat, Akhirnya kepanggil diklat yang "tatap muka" di kelas juga, bukan sekedar e-learning. Fyi gue saat itu udah 4 tahunan kerja dan "baru" kepanggil diklat lagi saat itu (setelah dua diklat wajib sebagai pegawai). Ya itulah yang gue sebelin dan kadang ngerasa iri kepada rekan yang udah kepanggil diklat berkali-kali. skip, ntar kepanjangan bahas kehidupan gue di kantor.

"Lo kenapa gak ngeyoutube?" tanya seorang temen. Gue orangnya gak pede bro kalau ngomong di kamera. Selalu itu jawaban yang gue berikan kalau ditanya perihal youtube atau vlog. "Ya kan lo bisa bikin vlog tanpa ada Lo nya. Misal nih Lo ngevlog tentang Monas, ya lo videoin aja Monasnya terus jelasin pake suara aja atau kasih penjelasan lewat teks gitu". Ya gimana ya bro, gue pernah bikin tugas bikin video gitu terus prosesnya lama banget bro. Video lima menitan bisa dari pagi ampe sore, kalau nulis udah bisa tuh buat 2000 an kata (meski kadang tergantung mood juga).

Alasan2 itu bisa dipatahkan sih, wajar Lo butuh waktu lama edit video karena lo belum mahir dan masih kikuk pake aplikasi adobe premier. Piso kalo diasah lama2 jadi tajem kan, itu peribahasa yang sering kita denger. Honestly, masukan dari seorang temen itu gue simpen dan bakal jadi pertimbangan juga. Terkait ide bikin video, gue sebenernya udah punya konsep. Gakpapa gue share di sini, silahkan juga kalau kalian mau bikin yang serupa karena ini bukan ide orisinil gue juga. Gue suka banget nontonin video walking around kota-kota di dunia, seperti london, milan, paris, dan istanbul. Gue pingin bikin video kek gitu, jalan kaki sambil videoin sudut-sudut tempat estetik dan bersejarah di Jakarta dan sekitarnya. Ya meskipun kualitas videonya bukan 4k kayak yang sering gue tonton, gue belum memprioritaskan beli kamera baru.

back to topic, gilaak panjang banget prolog gue hahaha. Gue bakal membahas tentang Konsistensi Menulis Blog. Sok-sokan banget sih lo baru juga seumur jagung ngeblog udah bahas "konsistensi", ya gue akuin ini kata yang paling berat dilakuin di kalangan blogger. Konsistensi menurut gue adalah kita masih bisa menjaga hasrat dan kebahagian ketika ngelakuin sesuatu. Menjaga konsistensi ini yang sulit dalam hal apapun di kehidupan, bukan cuman di blog doang.

Gurunda gue saat awal ngeblog si Faliq, temen yang sering berperjalanan sama gue. Yang gue sayangkan adalah blog backpackwanderer.com sudah lama tidak memunculkan postingan terbaru. Gue belum sempat nanya kenapa faliq vakum selama ini di blog, karena retoris juga sih jawabannya. Udah bisa dipastikan karena prioritas waktu luangya fokus ke belajar saham. Dulu gue yang nyekokin faliq masuk ke pasar modal, eh sekarang dia jauh lebih paham terutama di bidang teknikal. Udah bisa kali ya Lo bikin seminar saham gitu liq? hahaha.

Sebelum membuat blog, gue menentukan tema apa yang bakal dibahas di blog ini, istilahnya niche. Gue mulanya ingin membuat blog yang isinya gado-gado, campuran ada bahas perjalanan, puisi, sinopsis buku. Tetapi setelah gue pikir2 ketika membahas tema campuran seperti itu gue susah untuk konsisten, simply gue bakal sulit membagi porsi kapan gue bahas perjalanan, puisi, dan sinopsi. Gue juga baca2 tips blogger yang salah satunya lebih baik fokus ke satu niche saja.

Gue akhirnya memilih ngeseriusin bikin blog perjalanan aja, banyak ide juga dari apa yang udah gue kunjungi selama ini. Apa sih benefit yang lo dapat selama ngeblog? heemmm, heeemm ngetik ngapus lagi ngetik ngapus ngetik ngapus  ngetik. Ini berkaitan juga dengan alasan kenapa gue konsisten dalam ngeblog. Pertama, ngelatih dan mengasah Lo dalam menulis. gue baca ulang postingan2 awal di blog ini dan jujur gue ngerasa ada banyak yang perlu diperbaiki. Seiring dengan rutinnya lo nulis bakal menemukan gaya kepenulisan lo. 

Gue pribadi ngerasa tulisan gue sekarang lebih baik dibanding dengan tulisan gue di awal ngeblog. Dulu banyak kalimat yang ambigu, tidak jelas, banyak melenceng dari KBBI, dan cara gue nyusun ceritanya gak menarik banget. Gue gak mempermasalahkan SPOK nya ya, karena ini tergantung selera masing2. Sama gue gak ambil pusing terkait gen "tif" (maksudnya tipe paragraf deduktif, induktif, persuasif, dll), karena ini bukan karya ilmiah.

Benefit lainnya adalah blog kalian bisa dimonetisasi. Paham apaan lagi tuh? chuaakzz. Maksudnya adalah bagaimana blog bisa menghasilkan uang. caranya? ada banyak caranya tapi prosesnya menurut gue sulit. Gue bakal ngebahas salah satu caranya yaitu menghubungkan blog ke google adsense, platform iklan dari google. simplynya gini, blog lo dipasang iklan semisal lazida, pagipagi, bukagerai, dll. Cara dapet duitnya dari mana, ntar kalo ada yang ngeklik iklan tersebut dari blog kita maka kita dapet duit gitu.

Gue tadi bilang sulit karena udah ngerasain ditolak berkali2 oleh google, ada 15 kali wkwkwk. Jadi gak serta merta lo bikin blog terus nulis sebiji artikel lalu lo ajuin ke google adsense, ini bisa dipastikan ditolak. Ada banyak persyaratan yang harus lo penuhin, jujur gue males ngejelasinnya karena bakal panjang. bukannya pelit ilmu ya, artikel ini gue fokusin bahas tentang konsistensi menulis di blog aja. Jika kalian tertarik bisa cari di google, udah banyak blog yang ngebahas google adsense karena tema ini "gurih" banget buat digoreng.

Udah dapet berapa lo di adsense? wah gue gak bakal nyebut nominal karena jumlahnya gak seberapa. alah lo kufur banget sih, bersyukur. Lah  serius, nominalnya belum nyampe dari screenshoot penghasilan adsense Omed, baru cukup buat perpanjang domain dua tahun. lah siapa lagi tuh omed? Menurut gue beliau orang yang inspiratif, pengalamannya udah banyak keliling Indonesia, bahkan pernah ke pulau yang terdengar asing di telinga.

Terakhir cara menjaga konsistensi menulis di blog ala gue adalah jadikan blog sebagai sarana tempat lo bermain sama kayak lo lagi main mobile legend. Ketika lo main mobile legend kan perang hero tuh, lo keluarin skill satu sampe ulti. Nah pas ngeblog lo tuangkan cara berpikir atu kata-kata yang ada di otak lo, skill satu menarik perhatian pembaca dengan bahasa yang mudah dimengerti, skill dua menarik perhatian dengan alur cerita, dan skill ulti menarik perhatian pembaca karena informasi yang ada di blog bermanfaat.

Alhamdulillah gue masih bisa konsisten sampai sekarang. simplynya gini, dengan geblog timbul rasa senang. Saat jari gue menyentuh keyboard refleks tersenyum ketika menceritakan hal-hal lucu dan seru, nih gue lagi senyum nih pas ngetik paragraf ini :D.



 


Share
Tweet
Pin
Share
12 komentar
pantai tikus emas di sungai liat bangka
Pantai Tikus Emas, Sungai Liat
Sudah lama hibernasi dari menulis blog, PPKM bukanlah alasan Penulis jeda cukup lama memposting artikel. Setelah berminggu-minggu tidak membuka blog, rasa-rasanya kangen saja menulis di blog ini. Meski vakum berperjalanan, tentunya masih ada ide yang bisa ditulis dan diceritakan, mudah-mudahan dengan menulis tema yang kita sukai bisa menambah imun. Seorang Penulis lain (senior) pernah berkata ide itu bisa dari mana saja, Penulis sepakat bahkan berjalan radius seratus meter dari kosan saja bisa mendapatkan ide tulisan, tinggal bagaimana menuangkannya.
 
Sebelum 2018 Penulis tidak tau banyak tentang Pulau Bangka, tidak sepopuler tetangganya yaitu Pulau Belitung yang lekat dengan "Laskar Pelangi". Padahal pusat Pemerintahan Provinsi Bangka Belitung berada di Pangkal Pinang Pulau Bangka. Destinasi wisata Pulau Bangka juga mempunyai pesona yang menakjubkan. Batuan granit besar dapat dijumpai di beberapa pantai-pantai berpasir putih dan air laut yang berwarna jernih, seperti Pantai Tikus Emas dan Pantai Parai Tenggiri. 

 

Ada banyak referensi mengenai asal mula kata Bangka, salah satunya yaitu berasal dari kata wangka yang berarti timah. Pulau ini dikaruniai oleh Tuhan dengan banyak kandungan timah di bumi Bangka.  Linimasa tambang timah di Pulau Bangka mempunyai cerita panjang. Untuk memperkaya pengetahuan mengenai sejarah timah di Pulau Bangka, sobat dapat mengunjungi museum timah satu-satunya yang ada di Indonesia, terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani no.17, Pangkal Pinang. 

Pulau Bangka terdapat empat kabupaten dan satu kota, jika hendak menuju pulau ini bisa dengan pesawat dari Jakarta atau Palembang. Untuk transportasi laut, bisa menggunakan kapal ferry atau kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Api-api di Palembang menuju Pelabuhan Tanjung Kelian di Muntok, Bangka Barat.

bandara depati amir pulau bangka

Penulis pertama kali berkunjung ke Bangka pada 28 Desember 2018, mengantar orang tua yang ingin mengunjungi anaknya (kakak penulis) yang sudah menikah dan menetap di bangka. Penulis hanya sebentar saja di Bangka, berangkat pagi hari dan kembali ke Jakarta pada sore harinya. Karena keesokan harinya Penulis berangkat ke Sumba, NTT. Tiket promo Sriwijaya Pass selama setahun benar-benar membantu Penulis mengunjungi banyak daerah yang sulit didatangi karena tiketnya mahal. 

Meski hanya satu hari saja di Pulau Bangka, Penulis mempunyai kesan yang baik dan rasa-rasanya ingin menetap lebih lama di sana. Alasannya Bukan hanya banyak wisatanya saja, kalau alasannya itu paling satu atau dua minggu saja sudah bisa mengelilingi semua tempat wisata di Bangka hingga bosan. Sulit untuk dijelaskan mengapa Penulis menyukai pulau kecil yang masih sepi dan minim gedung bertingkat ini. Salah satu alasannya adalah ada saudara yang sudah menetap di Pulau Bangka, setelah berulang kali ke Bangka terasa nyaman.  tiket pesawatnya juga tidak tergolong mahal. Jakarta-Pangkal Pinang sekitar 300-500 ribu, sementara Palembang-Pangkal Pinang juga sekitar itu harganya.

Jalan raya di Pulau Bangka beraspal dan mulus, nyaris tidak ada titik yang berlobang. Ibu Kotanya yaitu Pangkal Pinang tidak terlalu besar, pusat belanja dan hiburan terbesar yaitu Transmart yang baru diresmikan menjelang akhir tahun 2019 yang lalu, kabar baiknya ada bioskop di sana. Sebelum adanya Transmart, bioskop yang ada di Pangkal Pinang hanya ada di BES Cinema.

Rumah saudara berada di Sungai Liat, waktu tempuhnya 30 menit berkendara motor dari Pangkal Pinang. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, Penulis melempar pandangan ke arah sisi kanan dan kiri jalanan.  Di Pulau Bangka banyak dijumpai rawa-rawa dan bekas penambangan. Meski begitu terdapat juga perbukitan hijau di Pulau Bangka. Titik tertinggi di Pulau Bangka yaitu Puncak Bukit Maras, sekitar 600 mdpl. Pemandangan di kala pagi dari Puncak Maras dapat terlihat awan-awan yang mengambang bak kapas. Suatu saat Penulis berkinginan mendaki hingga puncak Maras.

Destinasi Wisata di Pulau Bangka

Berikut adalah rekomendasi tempat wisata jika berlibur di Pulau Bangka.

Jembatan Emas 

jembatan emas di pulau bangka

Jembatan Emas menghubungkan kawasan ketapang Kota Pangkal Pinang dengan Kawasan Lintas Timur di Air nyinyir. Uniknya bagian tengah jembatan bisa diangkat, istilahnya yaitu bascule seperti Jembatan Ampera pada masa lalu. Tujuannya adalah jika ada kapal besar melintas bisa diangkat bagian tengahnya. 

Saat Penulis datang, bagian tengah jembatan sedang menganga ke atas. Penulis awalnya mengira kalau akan ada kapal melintas, bisa jadi objek foto. Rupanya saat itu jembatannya dibiarkan menganga, entah apa alasannya. Jika kalian sedang berlibur di Pulau Bangka, jangan lewatkan mampir ke jembatan ini. Lokasinya tidak terlalu jauh dari bandara.

Danau Kaolin di Koba

danau kaolin di koba pulau bangka

Danau Kaolin terletak di Koba, Bangka Tengah. Waktu tempuh menuju danau ini sekitar satu jam dari Kota Pangkal Pinang. Danau ini terbentuk bukan secara alami, melainkan bekas areal tambang yang menganga dan terbentuk menjadi danau. Warna airnya yang biru terang terlihat indah, dikelilingi oleh tanah berwarna putih. 

danau hijau di danau kaolin bangka

Terdapat juga danau berwarna hijau yang lokasinya persis di sebelah danau biru. Satu hal yang harus diperhatikan yaitu larangan untuk berenang di air danau karena dikhawatirkan struktur dasar danau yang mungkin saja berlumpur dan kandungan air danau yang dianggap membahayakan. Cukup dinikmati saja pemandangannya. 

Bangka Botanical Garden

bangka botanical garden

Bangka Botanical Garden adalah salah satu tempat wisata keluarga favorit yang ada di Pulau Bangka. Mengapa Penulis membahas tempat wisata di Pulau Bangka tidak diawali dengan pantai-pantai eksotisnya? karena Pulau Bangka juga mempunyai wisata non laut yang menarik untun didatangi. Salah satunya kawasan agrowisata ini, alternatif wisata selain pantai. 

Lokasinya tidak terlalu jauh dari Pusat Kota Pangkal Pinang, suasananya sejuk terdapat deretan pohon pinus yang rimbun di sepanjang jalan. Selain itu terdapat pertenakan sapi dan pengunjung dapat membeli susu sapi segar. Sayur-sayuran segar juga dapat dijumpai di Bangka Botanical Garden, sangat cocok untuk mengedukasi anak-anak melalui tempat agrowisata.

Bukit Fathin San

taman di bukit fathin san pulau bangka

Pulau Bangka juga terdapat perbukitan yang ditumbuhi pohon-pohon rimbun. Salah satu destinasi wisata religi di Pulau Bangka adalah Bukit Fathin San, yang lokasinya berada di perbukitan. Tempat ini merupakan tempat beribadah umat Budha dan umat Tionghoa yang berlokasi di Sungai Liat. Waktu tempuh menuju Bukit Fathin San sekitar satu jam dari Kota Pangkal Pinang.

patung naga emas di bukit fathin san

Setibanya di parkiran, Pengunjung harus menaiki anak tangga untuk sampai di puncak bukit. Cukup melelahkan, disarankan membawa perbekalan air minum. Pemandangan taman-taman di sekitar kuil sangat indah, terdapat kolam ikan koi dengan pancuran patung naga di atasnya. Lalu saat naik ke atas, terdapat sebuah gua yang didalamnya terdapat patung naga emas. 

patung dewi kwan im di bukit fathin san pulau bangka

Naik lebih jauh ke atas, Penulis melihat Patung Dewi Kwan Im yang di kelilingi pohon-pohon rimbun. Saat itu jarum jam menunjuk pukul tiga sore, larik cahaya menyembul di celah pepohonan. Suasana sejuk terasa, angin sepoi-sepoi mengipasi badan yang sudah berkeringat karena menaiki tangga yang jumlahnya mungkin ratusan.

patung budha di bukit fathin san pulau bangka

 
pemandangan dari bukit fathin san

Saat berada di puncak bukit, Penulis tertegun takjub dengan pemandangan yang tersaji. Pohon-pohon hijau yang diselingi dengan atap rumah warga, lalu di ujung sana terlihat pemandangan air laut berwarna kebiruan.  Di Puncak Bukit Fathin San terdapat Patung Budha berwarna emas dan berukuran besar,  dikelilingi dengan tiang-tiang penyangga berwarna merah. 

Pantai Tikus Emas

pantai tikus emas sungai liat pulau bangka

Selanjutnya adalah membahas pantai-pantai yang ada di Pulau Bangka. Ada banyak pantai yang indah di pulau ini, namun penulis baru berkunjung ke dua pantai saja. Pertama adalah Pantai Tikus Emas, sebelum menuju ke pantai Penulis singgah sejenak di Vihara besar di dekat pantai Tikus Emas. Vihara Puri Agung namanya, tempat ibadah umat budha dan konghucu.

vihara puri tri agung pulau bangka

Keunikan Pantai Tikus Emas dan beberapa pantai lain di Pulau Bangka adalah batuan granit yang ada di dekat pantai. Lokasi Pantai Tikus Emas terletak di Sungai Liat, pasirnya berwarna putih dan air lautnya jernih membiru. Gradasi warna laut dan warna langit saat itu mengagumkan, membuat Penulis betah berlama-lama di pantai ini sambil memotret pantai. 

Pantai Parai Tenggiri

pantai parai tenggiri pulau bangka

Daerah Sungai Liat di Pulau Bangka memang terkenal dengan keindahan pantai-pantainya. Pantai Parai Tenggiri adalah salah satunya, mempunyai batu-batu granit berukuran besar yang berserak di tepi pantai. Pengunjung bisa duduk di atas bebatuan besar sambil menikmati keindahan pantai dan laut yang bersih. 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
foto danau cincin dan stadion

Masihkah sobat ingat dengan perlombaan antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Bapak Sandiaga Uno di Acara Festival Danau Sunter pada tahun 2018 yang lalu? Pertandingan yang tidak seimbang karena Bu Susi melakukan Paddling sementara Bang Sandi berenang. Ya maklum namanya juga memeriahkan sebuah festival sebagai hiburan warga Ibu Kota, Sorotan Penulis tertuju ke lokasi lomba tersebut yaitu Danau Sunter Selatan yang lebih bersih dan terawat.

Tidak hanya Danau Sunter Selatan saja, kini satu persatu danau/waduk di Ibu Kota juga turut diperhatikan. Termasuk salah satunya yaitu Danau Sunter Utara atau biasa disebut dengan nama Danau Cincin yang berlokasi di Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara. Salah satu tempat terbaik melihat proses pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), Danau ini menjadi tempat rekreasi warga dalam menghabiskan akhir pekan.

jakarta international stadium juni 2021

Di bagian barat Danau Cincin terdapat pepohonan yang membuat suasana danau lebih hijau dan sejuk. Waktu terbaik berkunjung ke Danau ini yaitu saat sore hari, menjelang matahari terbenam. Semburat jingga yang memantul di air danau sangat menarik perhatian bagi penyuka fotografi. Matahari perlahan kembali ke peraduan, kaki ini belum mau melangkah kembali ke tempat parkir. Masih menunggu momen yang lainnya yaitu cahaya lampu menyala di ujung sana, stadion yang proses pembangunannya sudah mencapai 58,22% per tanggal 7 Juni 2021. 

memancing di danau cincin

Tidak hanya momen sunset saja yang menarik perhatian di Danau Cincin. Bagi yang ingin belajar fotografi, objek Human interest seperti anak-anak yang sedang bermain di taman dan Warga yang sedang memancing juga bisa dijadikan sasaran objek foto. Penulis yakin beberapa tahun lagi akan banyak perubahan di kawasan Danau Cincin. Tempat ini sangat potensial jika dikembangkan menjadi tempat wisata baru di Ibu Kota,  apalagi jika JIS sudah rampung pembangunannya. Mungkin akan lebih baik jika sekeliling danau dipasang lintasan atletik untuk olahraga lari, lalu taman-taman di sekeliling danau dipercantik lagi.

Tak lengkap jika sudah membahas JIS tetapi tidak menyinggung topik sepakbola. Besar harapan dengan adanya JIS membuat gairah sepakbola Indonesia semakin menggelora. Stadion sudah bagus tinggal prestasi sepakbolanya yang harus selaras. Miris melihat peringkat Timnas yang saat ini terpuruk di peringkat 175 dunia, baru-baru ini untuk lolos ke babak kualifikasi Piala Asia saja harus melalui babak play off.  Padahal sepakbola merupakan olahrga terpopuler kedua di negeri ini setelah bulutangkis. 

Tidak hanya Timnas saja yang terpuruk, kompetisi di level klub juga sudah jauh tertinggal dengan negara Malaysia, Thailand, bahkan Philipina. Merosotnya peringkat kompetisi berimbas dengan jatah berlaga di AFC Champions Leuage yang sudah tidak ada lagi. Kini klub Indonesia hanya berlaga di kompetesi AFC CUP saja :(

Pandemi Covid-19 memperburuk keadaan, kompetisi Liga Satu dan Liga Dua masih ditunda akibat kasus harian Covid-19 yang semakin meninggi. Sudah rindu duduk di tribun Stadion, menonton secara langsung kedua kesebelasan yang sedang bertanding. Semoga cepat berlalu badai Corona :).

Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar

kampung gajeboh baduy luar

Di tengah arus kemajuan teknologi, Suku Baduy Dalam masih mempertahankan kearifan lokalnya.  Memegang erat tanpa goyah, meskipun tidak jauh dari tempat mereka tinggal menawarkan kehidupan modern yang serba canggih. Mereka tidak tertarik dengan bangunan berbahan semen dan beton, produk tekstil bermacam rupa, dan pembaharuan teknologi yang melesat cepat. Mereka memilih untuk menampik segala tawaran kemewahan itu, hidup bersahaja berdampingan dengan alam dan menjaganya tetap lestari.

Penulis tersenyum takzim, perjalanan yang melelahkan terbayar tuntas dengan apa yang telah didapatkan sepulang dari Baduy Dalam. Nilai-nilai prinsip kehidupan yang dipegang erat Suku Baduy adalah salah satu alasan mengapa mereka masih tetap eksis di tengah kemajuan zaman. 

Ajakan dari Apri langsung penulis "iya" kan dua minggu yang lalu, teman dekat penulis ini mengajak ke Baduy, tempat yang memang masuk dalam bucket list Penulis. Sayangnya dua hari sebelum keberangkatan Apri mengabari kalau Ia tidak jadi ikut karena ada keluarga dari kampung datang, tak mengapa pikir Penulis karena sudah terbiasa juga jalan sendirian. Toh nantinya juga bakal bertemu dengan kenalan baru di jalan, bertukar cerita yang bisa di share satu sama lain.

Cara menuju Baduy

Untuk menuju Baduy, jaraknya tidak jauh dari Jakarta dan aksesnya juga tidak sulit. Penulis menggunakan KRL dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Rangkas Bitung dengan waktu tempuh dua jam. Setelah tiba di Rangkas, Penulis sudah ditunggu Tour Guide yaitu Bang Agung dan Bang Indra, kali ini Penulis menggunakan jasa open trip (OT). Penulis tidak mau ribet mencari angkot/elf ke Ciboleger, lalu belum tau bagaimana mencari tempat menginap di Baduy Dalam. Harga paket open trip yaitu Rp 200.000 rupiah, sudah termasuk dua kali makan di Baduy Dalam serta transportasi ke Ciboleger.

tugu baduy di ciboleger

Sebenarnya bisa kalau mau solo backpacker ke Baduy, dari Stasiun Rangkasbitung sobat harus mencari angkot tujuan terminal Aweh dulu. Lalu dari sana dilanjutkan naik mobil elf menuju Desa Ciboleger atau titik awal treking menuju Baduy Dalam. Landmark selamat datang di Ciboleger sangat terkenal di kalangan wisatawan. Menampilkan patung sebuah keluarga baduy yang lengkap dengan pakaian tradisional mereka.

Sebelum treking kami makan siang terlebih dahulu, karena tentunya membutuhkan asupan energi untuk turun naik bukit. Suku Baduy ada dua golongan yaitu Suku Baduy Luar dan Dalam, perbedaannya yaitu kehidupan Warga Baduy Dalam masih memegang erat aturan adatnya sedangkan Baduy Luar sebaliknya, kehidupan sosialnya telah terpengaruh zaman modern.

Dari Desa Ciboleger menuju Baduy Luar membutuhkan 1-2 jam perjalanan, tergantung kemampuan masing-masing individu. Kalau warga lokal pasti lebih cepat, bisa kurang dari satu jam saja. Dalam kelompok OT ini terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama hanya sampai Baduy Luar tepatnya di kampung Gajeboh saja. Lalu kelompok kedua menuju Baduy Dalam tepatnya di Kampung Cibeo, waktu trekingnya lebih lama bisa sampai empat jam jalan kaki :D.

Jika ditanya alasan memilih treking sampai Baduy Dalam, jawabannya adalah karena ingin tahu lebih dekat kehidupan warga Baduy Dalam. Di sana sangat dilarang mengambil foto, video, bahkan merekam suara di Baduy Dalam. Sudah "dilarang" pakai kata "sangat" lagi, sudah jelas kan aturannya. Foto-foto Kampung Baduy yang tersebar di internet dapat dipastikan diambil di Baduy Luar. 

Penulis sebetulnya tidak terlalu siap untuk treking kali ini, karena sudah jarang sekali olahraga. Terakhir renang satu minggu sebelumnya, itupun hanya sebentar. Bagi sobat yang ingin treking Baduy Dalam disarankan olahraga kecil-kecilan ya, apalagi untuk yang benar-benar pemula (belum pernah treking).

warga baduy banten

Kenalkan, beliau adalah Pak Naldi dan anaknya Ardiman. host/ tuan rumah yang akan kami inapi di Baduy Dalam. Dari Beliau Penulis mendapat informasi tentang Suku Baduy, mulai dari Ikat Kepala yang mereka gunakan dengan sebutan "telekung", warna pakaian yang hanya putih dan hitam, dan kepercayaan Sunda Wiwitan yang mereka yakini.

Langkah kaki Pak Naldi layaknya berjalan tanpa beban di pundak, padahal sebaliknya dua buah tas milik peserta trip dibawakan olehnya. Pak Naldi dengan senang hati membawakannya, tentunya peserta yang menitipkan tas juga memberikan upah. Si gemes Ardiman, anak bungsu dari pak Naldi turut mengantar kami menuju rumahnya yang ada di Baduy Dalam. Raut muka polosnya terpancar, sambil membawa tas koja miliknya, juga sebilah golok kecil yang dipasang di pinggangnya. 

"Pak, mau nanya. Ardiman sudah membawa golok kecil fungsinya untuk apa" tanya Penulis ke Pak Naldi. "Untuk tugas yang kecil seperti membelah-belah daun pisang saja" ujar Pak Naldi. Bahasa yang digunakan keseharian warga Baduy adalah Bahasa Sunda, tetapi banyak warga Baduy yang bisa menggunakan Bahasa Indonesia meski sedikit kikuk.

Foto-foto yang Penulis bagikan di blog ini diambil di Baduy Luar saja, karena setelah tiba di perbatasan Baduy Luar dan Dalam kamera dalam posisi dimatikan. Sebagai tamu yang sopan kita haruslah menghormati aturan tuan rumah, bijaklah dalam bertamu, toh Kita sudah disambut mereka dengan ramah. Tidak hanya menyoal tentang kamera saja, aturan di Baduy Dalam ada juga larangan memakai segala jenis sabun. Satu hari sebelum keberangkatan Penulis sudah diingatkan oleh tour guide. 

Suasana Baduy Luar 

suasana di baduy luar

Jumlah kampung yang ada di Baduy Luar lebih dari enam puluhan, Penulis tidak terlalu ingat jumlah yang disebutkan Pak Naldi, kisaran 60 an pokoknya. Kehidupan warga Baduy Luar sendiri sudah terpengaruh dengan lingkungan modern saat ini. Ciri yang Penulis lihat adalah bangunan rumah yang sudah menggunakan paku, pakaian warganya yang tidak hanya hitam putih, dan penggunaan Handphone. Kata Bang Indra, kaum muda Baduy Luar bahkan ada yang mengenal sosmed :D.

Rumah-rumah warga Baduy Luar mirip semua bentuknya, dindingnya terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Atapnya terbuat dari  ijuk yang dikeringkan. Daun Pintunya sudah nampak modern atau sama seperti daun pintu rumah pada umumnya. Beberapa perempuan Baduy Luar terlihat memakai perhiasan kalung emas.

"Warga Baduy Luar jika ingin ke Baduy Dalam juga dianggap sebagai tamu, mereka sama seperti kita bang. Tidak boleh menginap lebih dari satu malam." Ujar Indra, guide trip kami saat itu. Warga Baduy mayoritas berprofesi sebagai petani, di perjalanan banyak ditemui lumbung padi. 

lumbung padi di baduy luar

Penulis heran kenapa ada begitu banyak lumbung padi tetapi tidak ada sawah, rupanya warga Baduy menamai padi ini dengan "Huma" atau padi musiman sebagai pemenuhan pangan warganya. Warga Baduy Luar juga mempunyai keahlian dalam menenun kain, hasil kerajinan tangannya dijual dan dipajang di beberapa rumah. Harganya bervariasi sesuai ukuran kain. 

menenun kain khas baduy

Satu jam perjalanan Kami tiba di Kampung Gajeboh Baduy Luar, lalu Kami meniti anak tangga yang terbuat dari bambu dan diujung jembatan ada sebuah pohon besar yang berdaun rimbun. Kelompok trip pertama (hanya sampai baduy luar) berhenti di sini, lalu mereka menikmati waktu santai dengan bermain air di sungai yang berwarna kehijauan dan jernih. 

jembatan di kampung gajeboh baduy luar

Sementara Penulis beserta kelompok 2 melanjutkan perjalanan menuju Baduy Dalam. Oh iya, di desa Gajeboh ini masih diperbolehkan memotret foto atau video dengan HP dan Kamera karena perbatasan Baduy Luar dan Dalam masih jauh. "ini baru seperempatnya perjalanan bang" ujar Indra, kalimat yang membuat Penulis menghela nafas panjang.

Trek Naik Turun Bukit Menuju Baduy Dalam

pohon durian di baduy

Penulis pernah menjajal trek Bukit Penyesalan di Gunung Rinjani, terasa berat dan melelahkan sekali ditambah dengan suhu dingin yang melingkupi tubuh. Saat itu Penulis rutin lari dan renang satu bulan sebelum pendakian. Trek Baduy Dalam juga tidak kalah melelahkannya, mungkin karena faktor tidak pernah olahraga lagi sehingga membuat langkah kaki menjadi lebih berat.  Beruntungnya cuaca saat treking ke Baduy Dalam sedang galau alias mendung, jadinya tidak terlalu panas dan membuat cairan di tubuh tidak terhidrasi dengan cepat. 

sungai kecil dan jembatan bambu baduy

Sepanjang jalan menuju Baduy Dalam banyak dijumpai pohon-pohon durian yang menjulang tinggi, lalu diselingi pohon mangga dan jengkol.  Cuaca yang mendung dan rimbunnya pohon-pohon menjadi berkah tersendiri selama treking kali itu. Gemericik aliran sungai kecil mengiringi langkah Kami, suara tonggeret nyaring terdengar dengan nada khas dan iramanya yang berulang. Sering terlihat ayam peliharaan masyarakat Baduy yang dilepas begitu saja di kebun, mereka seolah sudah hafal jalan pulang yaitu pondokan milik warga, jadi tidak perlu dikurung dikandang. 

perbatasan baduy luar dan baduy dalam

Singkat cerita tibalah kami di sebuah jembatan yang terbuat dari bambu, ini merupakan batas antara Baduy Luar dan Dalam. Penulis memotret beberapa foto terlebih dahulu sebelum HP dan Kamera dimatikan. Saatnya "tanpa gadget" dan "tanpa listrik", ah teringat kejadian agustus 2019 yang lalu saat listrik padam melanda Jakarta berjam-jam. Masyarakat termasuk Penulis memenuhi pusat perbelanjaan dan rumah makan yang menggunakan UPS atau genset. Itu baru sebentar saja loh tanpa listrik, Mereka warga Baduy setiap harinya tanpa listrik :).

Menginap di Kampung Cibeo Baduy Dalam

Kami tiba di Kampung Cibeo pukul 17.42 WIB, mulai dari sini Penulis tidak memasukkan gambar apapun sampai pada akhir postingan. Mudah-mudahan cerita Penulis dapat menggambarkan pengalaman selama menginap di sana. Oh iya Penulis sempat iseng bertanya kepada Pak Naldi perkara gambar. "Pak, punten. Foto, Video, sama merekam suara kan gak boleh gimana kalau gambar/ngelukis pak? boleh gak" tanya penulis sopan. 

Pak Naldi menjawab dengan bahasa "campur" (antara Sunda dan Indonesia). Penulis tidak terlalu paham namun bisa menangkap intinya yaitu "Gak boleh". Setelah dipikir-pikir kembali, kan hasil lukisan/gambar juga membangun efek dua dimensi sama seperti foto HP dan Kamera haha. 

Terdapat tiga kampung di Baduy Dalam yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.  Penulis berkunjung ke Kampung Cibeo saja, pertanda tiba di Cibeo adalah melewati jembatan yang lagi-lagi terbuat dari bambu. Dibawahnya mengalir sungai yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat Cibeo sehari-hari. 

Bentuk rumah warga Cibeo kalau dibandingkan dengan rumah di Baduy Luar mempunyai kemiripan.  Terbuat dari kayu, anyaman bambu atau rotan, dan atapnya dari ijuk yang dikeringkan. Yang membedakannya adalah tidak ada sama sekali paku yang digunakan, jadi untuk menguatkan struktur rumah warga mengikatnya dengan anyaman dan menggunakan pasak sebagai penopang. Daun pintu yang digunakan juga sangat tradisional tidak menggunakan engsel.

Bang Indra mengajak Penulis untuk mandi di sungai, Penulis tentunya sangat mau karena badan sudah lengket dengan keringat. Untuk tamu laki-laki semuanya mandi di sungai, untuk tamu perempuan tersedia sebuah bilik air mancur sebagai tempat mandi. Karena segala jenis sabun tidak diperbolehkan jadinya mandi ala kadarnya, yang penting basah dan airnya segar :)

Pada malam hari suasana desa nampak gelap karena tidak ada listrik, Kegiatan diisi dengan makan malam dan bertanya-tanya tentang kehidupan di Suku Baduy, narasumbernya Pak Naldi tentunya. Kampung di Baduy Dalam mempunyai tetua adat yang dikenal dengan pu'un yang dibantu oleh wakilnya yaitu Jaro. Jika warga Baduy Dalam melanggar ketentuan adat hukumannya bisa sampai dikeluarkan dari Baduy Dalam. Cerai adalah salah satu hal yang tidak dibolehkan, sama seperti menikah dengan orang di luar Baduy Dalam. 

Penulis menginap bersama sembilan tamu yang lain di rumah Pak Naldi, enam diantaranya perempuan. Untuk posisi tidur, meski di dalam satu rumah tetap dibuat terpisah antara laki-laki dan perempuan, ada jaraknya :) Suhu di malam hari cukup dingin, jadi disarankan membawa sarung, selimut, dan lebih dianjurkan membawa sleeping bag jika ada. 

Keesokan harinya Penulis memilih tetap mandi meski suhu dingin, pengalaman mandi di Baduy Dalam sangat sayang untuk dilewatkan haha. Setelah sarapan pagi kami beranjak pulang menuju Ciboleger lagi. Kali ini dengan melewati rute yang berbeda, waktu tempuhnya lebih cepat akan tetapi treknya lebih terjal haha.

Sepertinya Penulis harus menarik kalimat tidak memasukkan foto lagi sampai di akhir postingan, karena Kami singgah di sebuah Danau yang ada di Baduy Luar sebelum tiba di Ciboleger. Penulis tidak terlalu tertarik untuk berenang, tetapi refleksi pohon yang memantul ke air membuat panorama yang menarik untuk difoto. 

danau di baduy luar

Penulis tiba di Ciboleger pukul satu siang, tak lama berselang hujan turun dengan derasnya. Wah syukurlah awan masih berkenan menahan hujan tidak tumpak selama treking, terima kasih Tuhan :)





Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

Official Logo

Official Logo
Pada tanggal 8 Oktober 2022, blog ini mempunyai logo resmi untuk pertama kali. Sudah lama saya berkeinginan untuk membuat logo sebagai identitas blog, terima kasih kepada seseorang yang telah membantu mengkreasikan logo yang luar biasa ini. Logo ini sebagai bentuk semangat untuk terus konsisten dalam membagikan hal-hal yang bermanfaat. Dalam perjalanannya, saya mendapatkan banyak ucapan dan respon yang baik dari para pembaca. Terima kasih atas energi positifnya :)

Popular Posts

  • Solo Traveling ke Banda Neira
  • Travel Blogger di Bangka Belitung
  • Review Open Trip Overland Sumba Bersama Indonesia Juara
  • Perjalanan ke Banda Neira Dengan Pesawat Sam Air
  • Naik Kapal Dari Muntok ke Tanjung Api-Api Membawa Mobil Pribadi

Tentang Penulis

Halo para pembaca, penulis adalah seorang pemuda kelahiran tahun ’97. isi blog ini seputar cerita dan catatan penulis ketika berkunjung di beberapa provinsi di Indonesia, tujuan membuat blog ini supaya dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama yang mempunyai hobi traveling. penulis dapat dihubungi dengan berkirim email ke dodonulis1@gmail.com

Mencoba Bertahan - G.A.V.K - Song - 2022

Mencoba Bertahan - G.A.V.K - Song - 2022

recent posts

    Pages

    • Privacy Policy
    • About Me
    • Disclaimer
    • Contact

    BloggerHub

    BloggerHub Indonesia

    Created with by ThemeXpose